BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 29 November 2011

Suasana Libur di Pondok Pesantren

Oleh: Dessy Susanti


Saat jarum jam menunjukkan tepat pukul tiga pagi alarm pun berbunyi keras, hingga membuatku terbangun dari tidur. Kulihat teman-teman sekamar belum ada yang terbangun, kubangunkan mereka dengan seruan yang cukup lembut, hingga akhirnya satu per satu dari mereka terbangun. Aku dan teman-teman pun bergegas mengenakan jilbab dan keluar kamar menuju kamar mandi hendak mengambil wudhu. Karena kamar mandi di pondok terbatas, para santri telah mengantri di depan pintu. Ada yang terlihat masih mengantuk, ada yang kesal karena terlalu lama menunggu, bahkan ada juga yang tertidur. Sungguh melihat itu membuat aku geli dan ingin tertawa sehingga rasa kantukku hilang. Lambat laun, akhirnya satu per satu dari mereka selesai berwudhu dan antrianpun semakin berkurang. Ternyata pojok kanan ke pojok kiri musholah telah penuh dengan barisan shaf-shaf para santri yang sedang melakukan sholat sunnah. Di sisi lain, ada santri yang sedang tadarusan, suasana terasa ramai namun damai dalam kalbu.
Sekitar pukul setengah tujuh pagi, setiap hari libur sekolah para santri bekerja bakti. Pengurus pondok mulai mempersiapkan daftar piket yang ditempelkan di mading. Beramai-ramai para santri melihat daftar itu karena ingin tahu. Dari mereka ada yang dapat bagian piket di dapur, bagian menyapu halaman, bagian membersihkan kamar mandi, bagian membersihkan teras depan kamar santri, dan bagian membersihkan kamar ustadzah.
Aku dapat bagian membersihkan teras depan kamar santri. Keadaan teras depan kamar santri terlihat sangat kotor karena musim hujan jalanan menjadi sangat becek. Selain itu teras juga belum dilapisi dengan keramik. Suasana tempat lainpun sama. Meskipun begitu kami selalu membuat pekerjaan itu terasa menyenangkan karena setelah itu para santri dapat melepaskan lelah dengan bersantai.
Aku dan teman-teman memutuskan bermain rebana di aula. Kami bermain di aula karena tempatnya yang cukup luas dan sepi tidak ada orang disana sehingga tidak mengganggu orang lain. Rebana mampu membuat suasana sepi menjadi ramai dan menyenangkan.
Saat azan Zuhur berkumandang, aku dan teman-teman masih asik memainkan rebana dan tidak mendengar azan itu. Tidak lama kemudian terdengar suara gedoran pintu yang sangat keras hingga membuat aku kaget dan menghentikan mainanku, begitu juga yang lain secara serempak menghentikan mainan dan nyanyian mereka. Kemudian aku dan teman-teman menghampiri depan pintu. Rasa takut menghampiriku. Namun pintu itu pun masih harus ku buka.
Dengan langkah hati-hati aku dan teman-teman membuka pintu, ternyata yang tadi menggedur pintu adalah Ustadzah yang betugas mengumpulkan santri untuk shalat berjamaah. Ustadzah itu berkata: ”kenapa kalian masih asik bermain rebana, padahal sudah saatnya shalat Zuhur”,  salah satu temanku menjawab ”maaf umi, kami tidak mendengar suara azan”. “selasai shalat kalian semua menghadap keruang saya”, perintah ustadzah kepada kami !
            Kamipun segera pergi ke masjid pesantren, dan mengambil air wudhu untuk mengerjakan shalat berjamaah, karena kami sudah terlambat 1 rakaat. Setelah shalat kamipun bergegas menuju keruang Ustadjah, untuk menemui beliau. Dengan langkah takut kamipun masuk kedalam, “assalamualaikum” kami memberi salam untuk minta ijin masuk, setelah diberi ijin kamipun masuk kedalam. Di dalam kami bertemu Ustadzah, kami diceramahi dan diberi hukuman karna tadi kami telat menjalankan shalat Zujur berjamaah.
            Setelah menemui Ustadjah kamipun segera membersikan kamar mandi ini sebagai hukuman yang tadi berikan oleh Ustadzah. Setelah semuanya bersih kamipun pergi ke ruang ustadjah untuk menonton tv, karena hari ini libur jadi kami diperbolehkan, sebenarnya hari biasa kami tidak boleh menonton tv. Ternyata didalam ruangan sudah banyak teman yang datang untuk menyaksikan  FTV yang ditayangkan setiap hari minggu di SCTV.
Sekarang sudah pukul 6 sore, aku dan teman-teman bergegas menuju masjid untuk mengerjakan shalat Magrib berjamaah. Sekarang kami datang lebih cepat sebelum Ustadzah memanggil kami dan dihukum lagi. Selesai shalat kami tidak langsung kembali kekemar, kami membaca al-qur’an dan membaca doa-doa sambil menunggu shalat isa. Setelah selesai aku pergi kekamar kakak kelasku yang ada di belakang gedung kamarku, aku ingin meminjam buku yang telah ia pelajari sewaktu dulu.
Tidak terasa sekang sudah pukul 9 malam, aku harus segera kembali ke dalam kamarku, karena setiap malam para Ustadzah memeriksa kamar kami. Saat berjalan menuju kekamar, aku melewati lorong dengan cahaya remang-remang, mungkin karena sekarang sudah malam dan para santri sudah masuk kamar masing-masing jadi suasana disini sangat sepi sekali. Setelah melewati loromg akupun melewati jalan yang tidak dalah sepi dengan kuburun, angin bertiup kencang, jantungku langsung berdetak kencang dan bulu kuduku mendadak merinding, suasana disini semakin terasa menyeramkan. Akhirnya akupun mempercepat langkahku sambil melirikan mata kekanan dan kekiri, “padahal biasanya jarak kamarku tidak terlalu jauh, tapi kenapa rasanya aku tidak lekas sampai”, kataku di dalam hati.
Tiba-tiba aku melihat bayangan putih lewat dihadapanku, akupun terkejut dan tidak sadar terdiam sejenak, akhirnya akupun menyadari bahwa ada sesuatu yang lewat dihadapnku, karena kabarnya disini memang ada mahluk halus yang suka mengganggu para santri. Aku pun berlari cepat kekamar, dan cepat-cepat naik ke atas tempat tidur dan menutupkan tubuhku dari kaki sampai kepala menggunakan selimut. Dan akupun tertidur !!
UTS Penulisan Populer

Suasana Libur di Pondok Pesantren

oleh: Noer Alfah

Saat jarum jam menunjukkan tepat pukul tiga pagi alarm pun berbunyi keras, hingga membuatku terbangun dari tidur. Kulihat teman-teman sekamar belum ada yang terbangun, kubangunkan mereka dengan seruan yang cukup lembut, hingga akhirnya satu per satu dari mereka terbangun. Aku dan teman-teman pun bergegas mengenakan jilbab dan keluar kamar menuju kamar mandi hendak mengambil wudhu. Karena kamar mandi di pondok terbatas, para santri telah mengantri di depan pintu. Ada yang terlihat masih mengantuk, ada yang kesal karena terlalu lama menunggu, bahkan ada juga yang tertidur. Sungguh melihat itu membuat aku geli dan ingin tertawa sehingga rasa kantukku hilang. Lambat laun, akhirnya satu per satu dari mereka selesai berwudhu dan antrianpun semakin berkurang. Ternyata pojok kanan ke pojok kiri musholah telah penuh dengan barisan shaf-shaf para santri yang sedang melakukan sholat sunnah. Di sisi lain, ada santri yang sedang tadarusan, suasana terasa ramai namun damai dalam kalbu.
Sekitar pukul setengah tujuh pagi, setiap hari libur sekolah para santri bekerja bakti. Pengurus pondok mulai mempersiapkan daftar piket yang ditempelkan di mading. Beramai-ramai para santri melihat daftar itu karena ingin tahu. Dari mereka ada yang dapat bagian piket di dapur, bagian menyapu halaman, bagian membersihkan kamar mandi, bagian membersihkan teras depan kamar santri, dan bagian membersihkan kamar ustadzah.
Aku dapat bagian membersihkan teras depan kamar santri. Keadaan teras depan kamar santri terlihat sangat kotor karena musim hujan jalanan menjadi sangat becek. Selain itu teras juga belum dilapisi dengan keramik. Suasana tempat lainpun sama. Meskipun begitu kami selalu membuat pekerjaan itu terasa menyenangkan karena setelah itu para santri dapat melepaskan lelah dengan bersantai.
Aku dan teman-teman memutuskan bermain rebana di aula. Kami bermain di aula karena tempatnya yang cukup luas dan sepi tidak ada orang disana sehingga tidak mengganggu orang lain. Rebana mampu membuat suasana sepi menjadi ramai dan menyenangkan.
Saat azan Zuhur berkumandang, aku dan teman-teman masih asik memainkan rebana dan tidak mendengar azan itu. Tidak lama kemudian terdengar suara gedoran pintu yang sangat keras hingga membuat aku kaget dan menghentikan mainanku, begitu juga yang lain secara serempak menghentikan mainan dan nyanyian mereka. Kemudian aku dan teman-teman menghampiri depan pintu. Rasa takut menghampiriku. Namun pintu itu pun masih harus ku buka.
Namun pintu itupun harus masih harus kubuka. Aku tersenyum setelah aku tau siapa yang menggedor pintu tadi, ternyata temanku yang tekenal sangat jail. Sekarang waktunya jamaah shalat dzuhur aku dan teman-teman meninggalkan aula, karena akan digunakan untuk jamaah para santriawati.Seperti biasa setiap hari libur tak begitu banyak kegiatan yang kulakukan. Hari ini setelah shalat dzuhur aku hanya menunggu orang tuaku yang berjanji katanya ingin menjengukku. Sambil menunngu orang tuaku aku pergi ke aula tempat para santri yang sedang bekumpul menyaksikan acara tv. Seperti biasa setiap hari libur santri memang diberikan hiburan dengan menonton acara tv.  Kebetulan tak ada acara tv yang menarik, aku kembali kekamarku. Aku merapihkan lemariku walau tak begitu berantakan. Waktu sudah menunjukan pukul dua siang, namun orang tuaku tak kunjung datang. Tanpa sadar aku tertidur tepat didepan lemariku, tak lama temanku membangunkanku dan memberitahuku bahwa orang tuaku datang. Segera ku bangun, dengan wajah tersenyum segera kutemui orang tuaku yang sedang menungguku didepan kamar. Kebetulan hari ini ibuku membawa makanan yang sangat banyak, kupanggil teman-teman roomateku untuk makan bersama. Teman-temanku menghampiriku, dan langsung kubuka bunkusan nasi yang dibungkus dengan lembaran kertas minyak berwarna coklat. Kemudian satu persatu kubuka bungkusan lauk yang dibawa ibu. Dengan senang kami mulai makan karena sudah menahan rasa lapar dari tadi. Kami sangat menikmati makan siang itu, maklumlah jarang sekali kami makan masakan rumah.
Hari sudah sore, jarum jam sudah menunjukan puku lima sore. Orangtuaku berpamitan untuk pulang, rasanya hati ini masih sangat rindu, jarang sekali aku bertemu dengan orangtuaku. Pulang kerumah pun aku jarang sekali, maklumlah hanya waktu-waktu tertentu aku pulang, seperti libur sesudah semester, dan libur hari raya. Kupeluk ibuku sepertinya aku belum ingin mereka pulang meninggalkanku, namun aku tak ingin mereka tau perasaanku. Ayahku telah menghidupkan kendaraanya, dan ibuku segera naik. Kucium kedua pipi ibuku,dan ibu membalasnya seperti biasa. Ibu malambaikan tanganya sambil tersenyum.
Rasanya badanku sudah terasa lengket, kuambil handuk dan gayung yang berisi peralatan mandiku, untunglah aku tidak perlu mengantri, karena tak begitu banyak santri yang berada disitu, karena sedang mengikuti suatu kegiatan.
Waktu magrib telah tiba kupergi keaula untuk melakukan shalat magrib berjamaah. Setelah shalat magrib seperti biasa kami membaca Ratib. Kuikuti bacaan yang dipimpin dengan dua orang santri, yang duduk didepan barisan para jamaah. Rasanya mataku terasa sangat ngantuk, namun aku harus bisa menahan rasa itu, sepertinya banyak orang yang sedang memata-mataiku, maklumlah kalau aku samapai tertidur aku akan dihukum. Akhirnya selesai juga aku membaca Ratib. Kupergi kekamarku untuk tidur sebentar sambil menunggu adzan isya. Tibanya dikamar, rasa ngantukku hilang. Akhirnya aku hanya mengobrol-ngobrol saja dengan menggunakan bahasa arab, walaupun bahasanya masih asal-asalan tidak menggunakan nahwunya, setidak kami tidak menjadi incaran mata-mata yang mencatat santri yang tidak menggunakan bahasa, dan akan diserahkan kebagian bahasa.
Adzan isya sudah berkumandang, kuambil air wudhu, dan segera menuju aula. Selsai shalat waktunya makan malam, namun perutku masih tersa sangat kenyang. Aku tidak makan, aku langsung mengganti baju,  kuambil buku catatanku dan segera menuju aula lagi untuk melakukan mufradat yang biasa dilakukan santri setiap malam senin, selasa, kamis, dan malam sabtu. Mufradat adalah pengulangan bahasa Arab dan ingris atau vocabulary. Santri harus menghafal semua kosa kata yang diberikan oleh bagian bahasa. Selesai mufradat aku masih ada satu kegiatan lagi, yaitu ta’alum atau belajar pelajaran sekolah bersama. Namun hari ini aku sedang malas belajar, aku hanya mencoret-coret buku tulis dengan tulisan yang tidak penting.
Teeeettttttt….tetttttttt….tetttttttt bel waktu tidur sudah berbunyi, karena jarum jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Aku segera turun kebawah, dan menuju kamarku. Kuambil sikat gigi yang telah kuberi pasta gigi, dan pembersih muka, segera kumenuju kamar mandi dan membersihkan diri untuk tidur. setelah aku membersihkan diri segera kukembali kekamar. Rupanya tempat tidurku sudah rapih, memang hari ini bukan jadwalku yang merapihkan tempat tidur. Bunyi bel berbunyi lagi, bel disaat para santri sudah benar-benar tidak boleh melakukan kegiatan lagi, walaupun hanya sekedar mengobrol. Suasana malam sudah sangat mencekam, tak ada suara santri yang mengobrol, kecuali suara dengkur salah satu santri yang ada dikamrku. Bagian keamanan memeriksa seluruh kamar, mengontrol santri yang belum tidur, dan akan memberikan sanksi kepada santri yang melanggar. Kupejamkan mataku yang sudah sangat mengantuk dan terlelap. 
UTS Penulisan Populer

OPERASI


 Oleh: Senandu Zanuar Biru
Sabtu pagi yang cerah kuhirup udara yang sangat sejuk, ya ini waktunya weekand, dan aku pun harus pergi ke suatu tempat, bersama kedua orang tua ku. Pukul 08.30 kami berangkat ke tempat yang berada di daerah Cipondoh-Tangerang. Lumayan jauh untuk sampai ke sana.
Akhirnya sampailah kami di tempat itu. Perlahan ku dorong pintu kaca dan segera masuk ke sana. Gedung ini beraroma aneh dan dipenuhi orang-orang yang takku kenal. Ku lihat orang-orang sibuk mengantri panggilan untuk dapat masuk ke sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat seorang pria berjas putih dengan berbagai macam peralatannya.
Aku melanjutkan perjalananku berkeliling ruangan. Kini aku menuju ke ruang kecil yang mengantarku ke lantai atas, di dalamnya terdapat orang yang duduk di kursi roda dengan kakinya terbungkus kain berwarna putih. Sungguh mengerikan. Lalu sampailah aku di lantai empat gedung ini. Aku masuk ke dalam ruangan bersekat-sekat. Ku lihat seorang wanita tua terbaring lemah di atas kasur dengan tangan ditempelkan pada selang-selang dengan botol tergantung di tiang sampingnya. Pandanganku kembali berpusat pada wanita yang baru saja datang, membawa sebotol obat dan alat untuk menyuntik. Aku langsung merinding ketakutan. Untung saja aku salah ruangan.
Sudah hampir pukul 11.00 ibu dan bapak mengajakku bergegas mencari ruangan Anggrek 401. Hmm.. Ruangan Anggrek, dari namanya ruangan itu pasti menyenangkan pikirku. Tapi ternyata, ruangan ini sama dengan ruangan lainnya. Datanglah seorang pria memakai kemeja berwarna biru dengan jas putih, gagah sekali. Tiba-tiba jantungku berdebar lebih kencang. Entahlah, aku tiba-tiba takut. Kali ini seorang wanita berbaju putih menghampiriku. Ia menyuruhku rileks. Tiba-tiba saja ia menyuntikku, aku pun pasrah dengan meringis ketakutan. Ooh Tuhan... mereka benar-benar membuat jantungku berdebar-debar. Tiba-tiba ia berkata “operasi akan dilakukan besok jam 08.00”. Ya Tuhan jantung ini semakin berdebar kencang. Tidak ini pasti salah, pasti salah. Apa yang ia katakan pasti salah besar. Siapakah yang akan di operasi ? aku rasa aku baik-baik saja.
Selesai pemeriksaan aku masih memikirkan perkataan itu. Aku merasa ketakutan jantung ini tidak berhenti berdebar kencang, lalu aku dan orang tua ku menuju ruang tunggu untuk menunggu hasil pemeriksaan tadi. Di ruang itu juga banyak pasien yang sedang menunggu hasil pemeriksaannya, satu persatu nama pasien di panggil oleh perawat untuk mengambil hasil pemeriksaan mereka. Hampir satu jam aku menunggu hasil pemeriksaan, kemudian nama aku pun di panggil oleh perawat. Lalu ayah bergegas mengambil hasilnya. Aku masih tidak mengerti kenapa aku  harus dibawa untuk periksa. Ah, mungkin ini cuma untuk memeriksa kesehatan aku saja. Aku dan orang tuaku pun menuju parkiran mobil dan menuju ke rumah.
Sesampainya di rumah aku bertanya kepada orang tuaku.
“Ibu, memang aku sakit apa ? kenapa aku harus diperiksa tadi ?” tanya aku saat memasuki rumah.
“Itu hanya pemeriksaan biasa saja kok nak” jawab ibu.
“Tapi kenapa tadi dokter berkata besok akan dilaksanakan operasi bu? Siapa yang akan dioperasi ?” tanya aku.

Ibu tidak menjawab pertanyaanku, ibu hanya diam dan pergi menuju kamarnya. Aku pun termenung. Kenapa ibu tidak menjawab pertanyaanku? Ibu membuat aku sangat bingung. Sedangkan aku tidak boleh melihat hasil pemeriksaan tadi. Padahal aku ingin tahu sekali, apalagi saat dokter berkata besok akan dilakukan operasi. Aku terus memikirkan hal itu. Sampai aku tidak bisa tidur karena dalam benakku masih betanya-tanya. Sebenarnya penyakit apa yang ada pada diriku ? hmm.. waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 mata ini pun belum bisa dipejamkan sama sekali, setiap aku ingin memejamkan mata ini, selalu saja perkataan dokter itu  terngiang ditelingaku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Entahlah, aku pun berusaha untuk memejamkan mata ini.
Jarum jam menunjukkan tepat 06.00 pagi alarm di meja belajar ku pun berbunyi keras, membuat aku terbangun dari tidur. Dalam pikiranku terus memikirkan hal yang membuat aku takut. Tapi aku bergegas mandi. Selesai aku mandi ibu menyuruhku untuk sarapan.
“Nak, sarapan dulu nanti kita berangkat ke rumah sakit” kata ibu sambil menyiapkan roti untukku.
“Untuk apa bu kita ke rumah sakit lagi ? Apakah yang akan dioperasi itu aku ?” tanya ku dengan raut wajah yang bingung.
Tapi kembali ibu hanya diam, dan berjalan menuju dapur dengan membawa teko. Aah, kenapa ibu selalu menghindar setiap aku bertanya. Mungkin nanti aku akan tahu jawabannya. Tepat pukul 07.30, ayah sudah menunggu aku dan ibu di mobil. Aku segera masuk ke dalam mobil. Saat perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu aneh, ayah dan ibu diam tak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Suasana melebur menjadi sangat menegangkan. Aku merasa hal yang aneh dan tidak tenang. Ada apa sebenarnya ? pikiran ini tidak menentu. Aku pun terbawa akan suasana di dalam mobil yang hanya diam.
Saat ayah membelokkan setir mobilnya, ternyata kami sudah sampai di Rumah sakit. Kami membuka pintu mobil dan segera keluar. Tiba-tiba jantungku kembali berdebar kencang. Saat memasuki Rumah sakit, aku mencium aroma yang aneh ini lagi. Hmm, membuat aku pusing. Aah, aku tidak suka aroma ini. Ingin rasanya aku pulang ke rumah. Tetapi ayah dan ibu memegang tanganku erat. Aku semakin tidak mengerti dan di buat penasaran. Lalu ayah dan ibu bergegas ke sebuah ruangan, aku hanya menunggu di ruangan yang aku tidak tahu, tetapi aku melihat tulisan yang menempel didinding yang bertulis Ruang tunggu. Ya, ternyata ini ruang tunggu. Aku duduk dan merasakan hal yang aneh, aku melihat ke arah kanan dan kiri. Banyak orang yang lalu lalang di hadapan aku duduk. Ada pasien duduk di kursi yang dibawah kaki kursi itu ada 4 roda yang bisa di jalankan kesana-kemari. Ya, itu kursi roda. Aku merasa kasihan melihatnya, dengan tangan yang di bungkus kain putih dan kaki yang ku rasa panjangnya berbeda dengan kaki kanannya. Ya Tuhan, kaki orang itu ternyata buntung. Aku merasa kasihan, semoga ia tabah dengan keadaannya sekarang.
Ketika aku sedang memperhatikan orang itu, ibu dan ayah keluar dari ruangan dokter. Lalu mengajakku ke ruang UGD, ketika aku berjalan melewati ruang Anggrek 405 pandanganku melihat pada jendela ruang itu, Di dalam ruang itu aku melihat wanita tua yang terbaring lemah di atas kasur. Bukankah wanita itu yang kemarin aku lihat? Ya, benar sekali ternyata wanita itu yang sempat aku lihat saat aku salah masuk ruangan. Ketika aku melihat sosok wanita itu kembali, aku merasakan hal yang lain. Kenapa hati ini rasanya ingin sekali dekat dengan wanita tua itu ? Ada perasaan yang sangat berbeda. Ternyata wanita itu melihat ke arah ku juga. Wanita tua itu tersenyum melihat ku, aku pun membalas senyumannya.
Terhentak kaget ketika ayah memanggilku untu segera berjalan menuju ruang UGD, tetapi pikiran aku tertuju pada wanita tua itu. Ah, mungkin ini hanya perasaan kasihan saja melihat wanita itu sakit. Aku meneruskan jalanku menuju ruang UGD, ketika aku membuka pintu aroma aneh ini masih tercium. Seperti bau obat yang sangat menyengat membuat aku tidak betah berada di ruang ini, ketika aku baru saja duduk tiba-tiba wanita berpakaian putih menghampiriku. Ia menyuruh aku untuk berbaring di tempat tidur, aku bingung dan kaget. Untuk apa aku harus berbaring di tempat tidur ini. Aku pun memanggil ayah.
“Ayah, kenapa aku harus berbaring di tempat tidur ini ? aku tidak sakit ayah” kata ku bingung.
“Maafkan ayah dan ibu nak, seharusnya ayah memberitahukan kamu sejak awal. Tapi ayah takut kamu tidak bisa menerima semua ini.” Jawab ayah dengan nada yang pasrah.
“Sebenarnya ada apa ayah ? aku tidak mengerti”. Tanyaku kembali kepada ayah dengan penasaran.
“Ruang Anggrek 405 yang kamu lihat tadi itu adalah ibu kandungmu nak”. Jawab ayah sambil mengeluarkan air mata.
“ Haaahh...”kataku dengan perasaan yang tidak percaya apa yang telah diucapkan kata ayah.
“Dulu ibumu sering sakit-sakitan, ayah tidak tahan dengan keadaan ibumu saat itu. Lalu ayah menceraikan ibu saat sedang mengandung kamu 8 bulan. Ketika itu ayah menikah lagi , saat ibumu melahirkan ayah mengambil paksa kamu. Karna ayah tidak mau kamu di asuh ibumu yang sering sakit-sakitan. Ketika 2 minggu lalu ayah mendapat kabar kalau ibumu dirawat di Rumah sakit ini. Dia terkena penyakit gagal ginjal, kemarin kita periksa ke sini untuk mengetahui apakah ginjal kamu cocok dengan ibumu. Ternyata hasilnya positif cocok, ayah dan ibu akan memberitahukan kamu saat operasi sebelum dilaksanakan. Maafkan ayah dan ibu nak, telah merahasiakan semua ini. Apakah kamu mau mendonorkan ginjal untuk ibumu?” kata ayah sambil memegang tanganku dengan meneteskan air mata.
“Apakah ini benar ayah ? kenapa ayah baru cerita sekarang, mengapa ayah merahasiakan ini semua. Aku ingin bertemu ibu ayah sebelum operasi dilaksanakan” kataku sambil mengusap air mata yang jatuh membasahi pipiku.
“Ia nak, kamu boleh bertemu ibumu” jawab ayah.
Aku lalu bangun dari tempat tidur, segera membuka pintu dan aku pun berlari menuju ruang Anggrek 405 untuk menemui ibu kandungku. Aku berlari sekencang-kencangnya, hingga meneteskan air mata yang tak berhenti. Aku benar-benar tidak menyangka semua akan seperti ini, semua ini sangat mengejutkan aku. Aku tak hiraukan di sekelilingku memperhatikan aku berlari, semua aku anggap kosong. Tujuanku hanya ingin ke ruang Anggrek 405.
Kaki ini tersentak berhenti ketika berada di depan pintu ruang Anggrek 405. Aku perlahan membuka pintu itu, ternyata wanita tua yang aku lihat tadi adalah ibu kandungku. Aku segera menghampiri wanita itu yang sedang berbaring lemah di tempat tidur.
“Ibu....” panggilku sedih.
Tetapi ibu hanya tersenyum dan mengeluarkan air mata. Ternyata ibu sudah mengetahuinya, ibu menarik tanganku dan memelukku sangat erat. Aku pun tidak bisa menahan air mata ini, suasana pun menjadi sangat menyedihkan. Lalu ibu meminta maaf kepadaku, semua ia ceritakan. Aku mengerti sekarang semua ini terjadi demi kebaikanku.
“Nak, apakah kamu yakin akan menjalani operasi ini ?”tanya ibu sambil mengusapkan air mataku.
“Ya bu, aku akan tetap melakukan operasi ini. Aku ingin ibu sembuh.” jawabku
“ibu lebih baik seperti ini nak, dari pada ibu harus mengambil ginjalmu untuk ibu”.kata ibu sedih.
“ibu tidak apa-apa. Semua ini sudah menjadi keinginanku sendiri.” jawabku.
Setelah panjang lebar berbicara kepada ibu, aku pun meminta do’a kepada ibu agar opersi pengangkatan ginjalku untuk ibu berjalan lancar. Karena operasi akan segera dilaksankan, aku pun meninggalkan ibu dan menuju ke ruang UGD untuk menjalani pemeriksaan sebelum dilaksanakan operasi. Ayah dan ibu menunggu diruang tunggu. Ketika Operasi dilaksanakan akupun tidak sadarkan diri dalam waktu yang cukup lama, beberapa jam kemudian operasi selesai. Seorang pria berkemeja biru dengan berjas putih pun keluar ruangan. Ya, ia dokter yang menangani saat operasi dilaksanakan. Ia berkata kepada ayah dan ibu bahwa operasi berjalan dengan lancar dan aku dalam keadaan baik-baik saja. Ayah sangat senang mendengarkannya, segera munkin ayah memberitahukan kepada ibu kandungku yang berada di ruang Anggrek 405. Kemudian operasi ibu kandungku pun dilaksanakan hari yang sama, sementara itu aku di pindahkan ke ruang Anggrek 405. Kamar yang sama dengan ibuku. Tetapi ibu sedang menjalani operasinya, aku pun saat itu belum sadarkan diri.
Akhirnya operasi pun selesai dan berjalan dengan lancar juga, kemudian ibu dipindahkan ke Ruang Anggrek 405. Saat ibu sudah di pindahkan aku sadarkan diri, dan melihat ke arah kanan. Ternyata ibu masih belum sadarkan diri, aku pun menanyakan kepada ayah dan ibu bagaimana operasi ibu kandungku. Apakah berjalan dengan lancar ? Ia ayah menjawab dengan senang bahwa operasi aku dan ibuku berjalan dengan lancar, sekarang hanya menunggu ibuku siuman. Ketika ibuku siuman kami pun berkumpul dengan suasana yang sangat sedih hingga berbaur rasa bahagia. Aku teramat bahagia karena semua dalam keadaan baik-baik saja dan lancar.

UTS Penulisan Populer