BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 31 Januari 2012

Ali si Anak Nakal

oleh : Dessy Susanti

Ali si Anak Nakal
            Di sebuah desa, ada seorang anak laki-laki yang bernama Ali. Ia berumur sepuluh tahun, sejak kecil Ali sangat nakal. Ia suka mengganggu teman-teman sebayanya, ia juga melawan kepada kedua orang tuanya apa-apa yang ia inginkan harus terpenuhi. Ia tinggal dari keluarga tidak mampu, tapi tingkahnya seperti orang kaya. Apa yang dimiliki temanya, ia harus memilikinya juga.
            Ayah Ali bekerja di sawah milik tetangganya, karena ayahnya tidak mempunyai uang untuk membeli sawah. Sedangkan ibunya bekerja sebagai pembantu di rumah tetangga yang kaya raya dan baik hati.
            Ali sangat manja kepada orang tuanya, karena Ali hanya anak tunggal. Apa saja yang diinginkan Ali, orang tuanya akan berusaha memenuhinya dengan cara apapun. Suatu hari Ali meminta dibelikan sepeda kepada ayahnya, karena temannya baru dibelikan sepeda oleh ke dua orangtuanya, Ali merasa iri dan tidak mau kalah dengan temannya. Ia menangis seharian, sehingga orang tuanya tidak tega melihat anak kesayangannya menangis. Akhirnya ayahnya memutuskan untuk menjual kambing satu-satunya milik mereka dan membelikan sepeda baru untuk Ali.
            Semakin lama tingkah Ali semakin tidak karuan, ia semakin sombong dan nakal kepada teman-temannya. Ali tidak memiliki teman dekat, karena temannya tidak suka dengan sifat Ali yang sombong dan nakal. Ia juga suka memukul temannya jika temannya tidak mendengarkan apa katanya.
            Di sekolah ia juga sering berbuat onar, ia suka mengambil barang milik temannya yang tidak ia miliki untuk ditunjukan kepada teman-temannya dirumah. Teman sekolahnya juga takut kepada Ali, karena ia memiliki tubuh yang lumayan besar. Sehingga teman-temannya tidak berani melawannya.
            Para orangtua teman Ali sering datang kerumah untuk mengadukan kelakuan nakalnya. Orangtua mereka mengadu mulai dari Ali memukul anaknya sampai Ali mengambil barang-barang milik anak mereka, dan para orangtua meminta ganti rugi atas apa yang telah diperbuat Ali. Sebenarnya orangtua Ali juga sudah lelah dan sangat sedih dengan semua masalah yang diperbuat anakya. Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa atau memarahi anaknya, karena mareka sangat menyayangi anak sematawayangnya itu.
            Suatu hari ayah Ali jatuh sakit, keuangan keluarga mereka semakin kekurangan, sebab gaji dari ibunya digunakan untuk membeli obat ayahnya, dan perhatian ibunya pun terbagi untuk merawat ayahnya yang sedang sakit. Sehingga Ali merasa ibunya sudah tidak sayang dan tidak dapat memenuhi apa yang ia inginkan. Ali pun pergi dari rumah.
            Sejak kepergian Ali kondisi kesehatan ayahnya semakin memburuk dan akhirnya ayahnya pun meninggal dunia. Kini ibunya hanya tinggal seorang diri, ia haya bisa termenung dan berharap anak kesayangannya akan lekas pulang.
            Saat pergi dari rumah Ali tinggal di pinggir pasar, ia tidur di pinggir took-toko yang sedang tutup. Untuk makan ia mencuri barang-barang orang yang ada di pasar. Di pasar ini ia dapat melihat berbagai macam orang, mulai dari para pedagang, pembeli yang kayaraya, sampai pengemis. Dan ia dapat menilai kelakuan mereka.
            Ali suka memperhatikan kelakuan orang-orang di pasar. Ada pedagang yang jujur dan ada juga yang curang. Ia juga melihat kelakuan pengemis-pengemis malas bekerja dan hanya ingin meminta-minta kepada orang. Di sana juga ada preman-preman yang suka meminta jatah uang secara paksa. “Apakah aku seperti preman itu yang suka mengambil milik orang dengan paksa?”, gumam Ali dalam hati.
            Pagi itu Ali melihat seorang anak kecil bersama lelaki tua sedang duduk di pinggir toko yang sedang tutup. Anak itu sedang menyuapi nasi bungkus kepada lelaki tua itu. Setelah menyuapi lelaki tua itu, si anak berjalan menuju tengah pasar dan mencari pembeli yang ingin dibawakan barang dagangannya. Melihat anak itu Ali teringat kepada orang tuanya. Padahal anak kecil itu baru berumur sekitar tujuh tahun, tetapi ia sudah dapat membantu orangtuanya. Sedangkan Ali yang jauh  lebih besar hanya bisa membuat repot orangtuanya.
            Akhirnya Ali pun memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dan ingin berbuat baik kepada ke dua orangtuanya.
            Saat  sampai dirumah Ali langsung berteriak memanggil orangtuanya. “Ayah, ibu aku pulang”. Tetapi tidak ada jawaban dari dalam rumah, dan Ali pun menanyakan di mana keberadaan orangtuanya kepada para tetangga.
            Tetangganya pun menceritakan semua yang telah terjadi sejak kepergian Ali. Dan memberitahu bahwa ayahnya telah meninggal satu minggu yang lalu. Tetangganya pun memberitahu di mana jenazah ayahnya di makamkan.
            Ali pun langsung berlari berlari menuju tempat ayahnya di makamkan, ia melihat ibunya sedang termenung di depan sebuah makam yang mungkin itu makam ayahnya. Ali pun langsung mendekati ibunya dan langsung memeluknya. Ibunya pun kaget dan merasa senang melihat anaknya telah kembali.
            Ali menceritakan kehidupannya sejak pergi dari rumah, dan ia berjanji akan berubah. Sekarang Ali menjadi anak yang baik dan selalu menolong ibunya.

Aku bukan Raja yang dulu

Oleh : Dessy Susanti

Aku bukan Raja yang dulu
Nama ku Raja Saputra, kata ayah ia memberi nama ini karena ia ingin suatu hari nanti aku menjadi pemimpin. Ayahku seorang  pengusaha swasta di bidang peternakan, aku anak putra pertama dan anak terakhir dari tiga bersaudara. Orang bilang aku ini anak kesayangan ayah, sebab aku anak lelaki yang sangat di inginkan.   
Aku hanya lulusan SMP saja, saat kelas 1 SMA aku sudah di keluarkan tiga kali dari sekolah yang berbeda. Mereka mengeluarkan aku dari sekolah dengan alasan aku sering bolos sekolah, jarang masuk kelas dan bercanda di dalam kelas, tidak mematuhi peraturan, aku juga tidak mendengarkan apa kata guru, dan masih banyak lagi alasan-alasan mereka tidak menerimaku lagi di sekolah.
Akibat tingkahku yang sangat nakal ini, akhirnya ayah pun lelah dan membebasaskanku. Ia membiarka apa pun yang ingin ku lakukan, termasuk aku yang tidak ingin sekolah.
Hari itu ada seorang gadis pidahan tinggal di desa sebelah. Namanya indah, kata orang ia gadis yang cantik, baik hati dan ramah pada orang. Akhirnya aku pun penasaran dengan gadis itu, masa iya gadis itu sangat sempurna, sehingga banyak teman-temanku yang suka padanya.
Saatku datang ke rumah Rino yang letak rumahnya tidak jauh dari gadis itu, bahkan rumahnya bisa terlihat dari depan rumah Rino. Aku melihat gadis itu biasa saja, tidak secantik yang teman-temanku bilang.
Sampai usia Sembilan belas tahun ini aku belum pernah merasakan benar-benar jatuh cinta pada seorang gadis. Aku lebih mementingkan bermain dan berkumpul dengan teman-teman lelakiku saja.
Temanku Rino itu sangat menyukai gadis itu, hampir setiap hari ia menceritakan tentangnya. Tetapi temanku yang lain bilang gadis itu tidak menyukai Rino, karena ia bilang Rino itu lelaki yang pendiam dan membosankan. Saat datang kerumah gadis itupun, Rino lebih banyak diam.
Suatu malam aku diajak Rino ke rumah gadis itu, karena Rino tidak berani datang sendiri kerumah gadis itu. Saat bertemu gadis itupun Rino tidak banyak bicara sambil tersenyum malu. Sedangkan aku yang baru pertama kali bertemu dengan gadis itu selalu menggodanya dengan candaan.
Karena aku ini mudah sekali bergaul dengan siapa saja, dan aku juga bisa langsung akrab dengan orang. Sedangkan Rino, ia masih dengan gayanya yang malu-malu.
Dari situ kami berdua mulai merasa cocok berteman, kami pun saling bertukar nomor handphone. Hampir setiap hari kami telpon dan sms, kami menceritakan kepribadian kami masing-masing, tapi itu semua hanya sebagai teman. Karena aku tahu temanku suka padanya.
Awalnya perasann ini hanya sebagai teman saja, tapi lama kelamaan perasaan yang awalnya hanya sebagai teman, kini berubah menjadi cinta. Perasaan ini timbul dari banyak kesamaan yang kami miliki, dan aku pun merasa nyaman dengan gadis itu. Rasa ini rasa yang belum pernah aku alami sebelumnya.
Setelah kami mulai sering bertemu dan jalan bersama, perasaan cinta ini semakin mendalam. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menyatakan cintaku padanya. Walau sebenarnya aku takut kalau Rino tahu ia bisa marah, sebab Rino juga sangat menyukai gadis ini.
Akhirnya Indah pun menerima cintaku, karena ia juga merasakan hal yang sama padaku. Kami merajut cinta dengan diam-diam, karena kami tidak ingi Rino mengetahui hubungan kami.
Akhirnya suatu hari Rino mengetahui hubungan kami, dan ia marah sekali padaku. Tapi setelah aku dan indah menjelaskan perasaan kami yang saling mencintai, Rino pun merelakan aku berpacaran dengan indah.
Masalah tidak berhenti sampai di situ, setelah Rino merestui hubungan kami. Sekarang orang tua indah yang tidak merestui hubungan kami.
Orangtua indah tidak merestui hubungan kami dengan alasan aku ini tidak baik untuk indah. Ayahnya banyak mendengar dari tetangga bahwa aku ini anak yang nakal, sekolah SMA saja tidak lulus. Aku ini hanya anak yang bisanya merepotkan orang tua saja. Bagaimana bisa aku berani mencintai anak gadisnya.
Karena kami saling mencintai akhirnya kami menjalani cinta diam-diam lagi agar orangtua indah tidak mengetahui hubungan kami. Walau kami sudah menjalani ini diam-diam tetapi orang tua indah tetap saja bisa tahu. Indah selalu dimarahi saat habis bertemu denganku. Sebenarnya aku tidak tega bila tahu indah dimarahi orang tuanya.
Akhirnya aku memutuskan untuk menjauh dari indah untuk sementara waktu. Dan harus menahan rasa rindu untuk bertemu dengannya.
Aku pun pergi merantau ke tempat teman yang ada di daerah citayam. Di daerah sana lumayan dekat dari kota Depok. Aku ikut membantu teman yang membuka usaha warung bakso dan mie ayam.
Awalnya aku merasa lelah bekerja seperti ini, karena dari kecil aku tidak pernah merasakan bekerja, apalagi pekerjaan di tempat ini rasanya aku seperti pembantu. Aku harus melayani orang makan, dan mencuci piring bekas makan orang. Padahal waktu dirumah aku tidak pernah mencuci piring bekas makanku sendiri.
Lama-kelamaan aku pun melai mahir dalam usaha ini, aku sudah bisa membuat bakso dan menyiapkan mie ayam sendiri. Uang dari gajiku mulai ku tabung, dalam dua tahun akhirnya aku sudah bisa membuka warung bakso sendiri.
Awalnya usahaku tidak terlalu maju, mungkin karena belum banyak orang yang tahu tempatku ini. Akhirnya satu tahun belakangan warungku sudah sangat ramai. Aku pun bisa membayar dua orang karyawan untuk membantuku di warung.
Tidak sampai waktu tiga tahun  aku sudah memiliki cabang warung bakso yang baru. Bisa di bilang sekarang aku lumayan sukses.
Merasa sudah cukup mapan, akhirnya aku datang kembali ke rumah indah untuk menemui orangtuanya. Aku ingin melamar indah dan membuktikan bahwa sekarang aku sudah bisa bertanggung jawab dan pantas untuk  indah.
Saat bertemu kembali dengan ku ayah indah tidak langsung menerima lamaranku ini. Ia belum percaya bahwa aku telah berubah dan bisa menghidupi anak gadisnya.
Lama-kelamaan akhirnya ayah indah menyadari bahwa sekarang aku bukan Raja yang dulu, yang sering dibicarakan orang banyak. Aku bukan anak yang suka mabuk-mabukan, aku juga bukan anak yang bisanya hanya meminta kepada orangtua saja. Tapi sekarang aku Raja yang mandiri dan memiliki usaha sendiri.

Kado Terakhir

oleh : Dessy Susanti


Kado Terakhir
            Setiap hari di pekampungan ku terdengar suara yang sangat ramai, begitu juga pagi ini. Bremmm.. bremmm.. brakkk ! Suara mobil sampah itu datang untuk menurunkan sampah-sampah yang di ambil dari tempat sampah perumahan yang ada di Jakarta.
            Aku dan masyarakat sekitar kampung ini langsung berkumpul seperti biasa untuk mencari barang-barang bekas yang masih dapat digunakan dan dapat dijual. Seperti sampah plastik, botol-botol bekas dan barang-barang yang sudah dibuang dan tidak terpakai oleh pemiliknya. Bagi kami sampah-sampah ini adalah barang yang sangat berharga, karena dari sampah ini kami dapat makan dan tetap bisa hidup.
            Sekitar sepuluh tahun yang lalu, kata ibu sebenarnya kehidupan kami tidak seperti ini. Keluarga kami tinggal di sekitar pasar dekat pinggir kota. Kami memiliki toko sembako, mulai dari beras, minyak goreng, susu, dan berbagai macam barang pangan untuk kebutuhan dapur. Dan ayah pun bekerja di sebuah kantor swasta.
            Dari gaji ayah bekerja dan keuntungan toko keluarga kami dapat hidup dengan sangat layak dan berkecukupan. Tetapi bumi ini memang berputar, malam ini keluarga kami terkena musibah. Toko dan rumah kami habis dilalap si jago merah.
            Saat ayah ingin menyelamatkan barang-barang berharga dari dalam rumah, tubuh ayah tertimpa kayu yang diselimuti oleh api. Tangan ayah pun terluka dan barang-barang kami pun tak dapat diselamatkan.
            Akibat kebakaran yang menimpa keluaraga kami semua barang dagangan dan rumah kami habis terbakar, dan tangan kanan ayah pun cacat akibat luka bakar. Dengan kondisi ayah yang seperti itu, perusahaan pun memberhentikan ayah dari kantor. Dan memberikan pesangon yang tidak seberapa.
            Akhirnya kami menjual tanah bekas rumah kami, karena di daerah ini kami merasa masih ada luka hati dan trauma yang masih membekas.
            Uang dari penjualan tanah dan pesangon dari perusahaan ayah kami gunakan untuk membangun rumah kembali dan membuka usaha toko baru. Tapi usaha kami di sini tidak terlalu bagus, akhirnya ayah meminjam uang untuk modal pada bank. Tetapi usaha kami semakin lama semakin merugi. Bunga uang  pada bank pun semakin besar, karena kami tidak sanggup membayarnya akhirnya rumah kami pun di sita.
            Sekarang keluarga kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi, dan kondisi fisik ayah juga tak sempurna seperti dulu, tak ada perusahaan satu pun yang mau menerima ayah sebagai pegawai di kantor mereka, dengan alasan mereka membutuhkan karyawan yang cepat. Dengan kondisi ayah seperti ini mereka menganggap kerja ayah pasti tidak optimal dan hanya membuang-buang waktu saja.
            Sedangkan ibu tidak dapat berbuat apa-apa, sebab ibu hanya lulusan SMA saja, dan ibu tidak memiliki pengalaman kerja sama sekali. Ayah tidak mau meminta pertolongan dari saudara-saudaranya, sebab saudara mereka juga hanya hidup sederhana dan ayah tidak mau merepotkan dan membebankan masalah ini pada saudaranya.
            Tidak ada pilihan lain dan akhirnya keluarga kami pindah ke daerah kumuh ini, sebenarnya ayah juga tidak tega membawaisteri dan anak-anak untuk tinggal di daerah kumuh ini. Tapi semua ini harus tetap kami jalani dengan sabar dan ikhlas.
            Setiap hari ayah mencari barang-barang bekas di tempat ini, kadang-kadang ayah juga mencari sampah di sekeliling kampung sebelah. Sedangkan ibu di rumah hanya menjaga adik yang baru berumur lima tahun.
            Saat duduk di bangku sekolah kelas 3 SD, aku berhenti dari sekolah. Karena kondisi ayah sekarang kurang baik dan ayah juga sering sakit-sakitan. Aku pun tidak tega melihat ayah yang seperti itu, dengan kondisi fisik yang kurang sempurna ia harus banting tulang untuk menafkahi kami sekeluarga hanya seorang diri.
            Hari demi hari ku lewati ini dengan sabar dan semangat, terkadang aku malu pada teman-teman sebayaku. Aku yang saat itu baru berumur sembilan tahun, aku harus berhenti sekolah dan harus bekerja mencari barang-barang bekas agar tetap hidup dan tidak kelaparan.
            Satu minggu lagi umurku sebelas tahun, sejak berusia satu tahun aku sudah merasakan kesusahan. Sejak musibah itu terjadi aku tidak pernah mendapatkan barang-barang bagus dan mahal. Bahkan aku juga tidak pernah mendapatkan kue dan kado saat ulang tahun.
            Tapi tahun ini tidak seperti biasanya, ayah bilang saat ulang tahun nanti ia akan membelikan aku sepeda. Betapa terkejut dan senangnya saat ayah berkata seperti itu. Aku tidak pernah berpikir untuk meminta hadiah pada ayah, karena aku sadar dengan kondisi keluargaku saat ini.
            Hari ini Rabu 9 November 2009, tepat umurku Sembilan tahun. Ayah mengajakku pergi ke toko sepeda bekas yang ada di pinggir pasar, walau aku tahu ayah hanya dapat membelikan sepeda bekas, tetapi hatiku tetap sangat senang sekali. Karena ini akan menjadi kado pertamaku sejak pindah ke kampung ini.
            Saat sampai di toko sepeda aku dipersilahkan oleh ayah untuk memilih sepeda mana yang aku suka. Aku pun melihat-lihat semua sepeda yang ada di sini. Walau sepeda di sini tidak baru, tetapi masih cukup bagus dan yang paling penting dapat di gunakan.
            Setelah memilih sepeda ayah pun langsung membayar sepeda ini. Lalu ayah berkata “kamu tunggu di sini sebentar ya, ayah mau membeli rokok di warung di seberang jalan”, aku pun hanyan mengangguk dan tersenyum.
            Saat aku sedang memperhatikan satu persatu sepeda milikku. Mulai dari ban, sampai rem ku perhatikan dengan teliti semua. Ku usap badan sepada yang berwarna hijau muda ini sambil tersenyum.
Tiba-tiba terdengar suara ” jegerrrrr…..! ”, terdengar suara tabrakan. Aku pun langsung menengok ke belakang. “Ayah.. “,  aku langsung berlari menuju tempat tabrakan itu terjadi, dan aku tak menghiraukan sepeda yang tadi sedang ku perhatikan.
Ternyata benar ayah ku yang terkena musih itu, ia tertabrak truk yang sedang melaju cepat, ia tidak melihat truk itu saat ingin menyebrang jalan. Nyawa ayah pun tidak dapat di selamatkan, ia langsung meninggal di tempat.
Dua hari setelah ayah meninggal paman pemilik sepeda datang ke rumah, ia datang untuk mengantarkan sepeda yang ku tinggalkan di tepi jalan. Melihat sepeda itu aku merasa senang, tetapi aku juga benci. Karena dari sepeda itu aku kehilangan ayah yang sangat ku cintai. Tapi ini adalah barang pembelian ayah ku yang terakhir, jadi aku harus menjaganya.
Sekarang aku menjadi tulang punggung keluarga, Karena setelah kepergian ayah, tidak ada lagi yang mencari nafkah di rumah ini. Dan aku pun menggantikan pekerjaan ayah sebagai pemulung !

Senin, 30 Januari 2012

DEMI CINTA

Nama      : Afrizal Zainudin
Jurusan   : Sastra Indonesia
NIM         : 2009070008
Tugas UAS
            DEMI CINTA

          Pagi masih terlihat sejuk, burung-burung pun terus bernyanyi di atas pohon depan kamarku, entah kenapa hari ini aku merasa bersemangat, mungkin karena aku akan bertemu dengan Bejo sepulang sekolah nanti. Setelah sebulan lamanya aku tidak bertemu dengannya. Sesampainya di sekolah Tarmin dan Minah sudah menunggu aku dikelas.” Dis, bagaimana nanti ? Pasti kamu sudah tidak sabar ?”. Tanya Tarmin sedikit ingin tahu.” Iya nih Min, aku jadi ingin buru-buru pulang saja”. “Ya ampun Gendis, kita baru saja masuk kelas”. Sindir Minah dengan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menepuk bahuku.
          Akhirnya bel pulang berbunyi tanda pelajaran kami sudah selesai, dengan bergegas aku langsung pamit pulang. Aku menunggu di kantin depan sekolah, aku lihat jam ternyata masih jam setengah satu, sedangkan Bejo janji menjemputku jam satu nanti di sini. Sambil menunggu waktu itu tiba aku minum  es kelapa dan makan baso. Akhirnya Bejo datang juga meski terlambat 15 menit. Aku lihat ia begitu murung, sorot matanya nampak menggambarkan kesedihan yang mendalam. “Hai..Gendis apa kabar ?”. Tanya Bejo sambil mengecup keningku. Begitu hangat kecupan Bejo. Seakan-akan melepas rindu yang mendalam.
           Aku tak banyak berkata-kata, “kamu kenapa Bejo ?. Hari ini aku lihat kamu aneh, kamu punya masalah ?..ada apa ?”… Aku semakin mengkhawatirkan orang yang selama lima tahun ini telah menjadi pacarku. Sebelum Bejo menjawab aku sudah diajaknya pergi meninggalkan kantin. Selama perjalanan Bejo terus menggenggam tanganku sambil mengendarai motor yang kami tumpangi dengan pelan namun pasti. Bejo mengajak aku ke pantai, dan ini untuk yang pertama kalinya ia mengajak aku ketempat seromantis ini. Kami berjalan menyusuri pinggir pantai, sambil merangkulku Bejo tiba-tiba saja bercerita. “Kamu ingin tahu, kenapa selama satu bulan ini aku tidak menghubungimu atau bahkan menemuimu ?”. “Aku tahu itu karena kamu harus keluar kota untuk bekerja, mungkin kamu sibuk makanya kamu tidak menelepon aku, hanya itu yang aku tahu”. “Bukan karena itu Gendis. Masih banyak yang kamu belum tahu tentang aku, mungkin kamu terlalu baik untuk aku, kamu selalu berusaha untuk berada dekat aku saat aku merasa kehilangan semangat, saat aku merasa benar-benar tak berarti lagi untuk jadi orang yang kau cintai”. “Jangan katakan kamu tidak mencintaiku lagi Bejo ?”. Aku tidak ingin mendengarnya. “Bukan Dis !”.” Lalu apa…?”.” Tidak mungkin aku tidak mencintaimu, kamu sudah terlalu memenuhi seluruh pikiranku selama ini, terlalu banyak cerita yang kulalui bersamamu, tak pernah sedikit pun kamu menyakiti perasaanku, kamu selalu membuat aku tersenyum, bahkan tertawa di saat kesedihan melandaku”. Bejo mengajak  aku untuk menumpangi perahu berdua saja dengan makanan dan minuman yang tertata rapih dimejanya. Ada dua lilin dan satu tangkai bunga mawar dan secarik kertas berwarna biru tertuliskan namaku.      

GENDIS PURBA  NINGRUM

Mungkin aku tak bisa membahagiakanmu, tapi paling tidak
izinkan aku memberikan yang berlebih pada diriku untuk mu.
Maafkan aku atas kata-kata yang tak terwujud,
maafkan aku atas kebisuanku selama ini.

Dariku
Yang tidak ingin kehilanganmu
untuk selamanya

BEJO  MANGKULANGIT

          “Aku seakan-akan telah terlelap dalam mimpi indahku, mimpikah aku ?”.  “Tidak  Gendis, kamu tidak bermimpi kamu sedang bersama aku sekarang”. “Bejo, ayo kita pulang sudah sore nanti mama marah-marah”. “Tenang saja Dis, tadi aku sudah izin sama mama untuk mengajak kamu pergi dan pulang larut”. Terlalu banyak yang sudah kamu perbuat untuk aku Jo, tapi sesungguhnya aku mengenalmu, aku tahu sebelum kamu mengatakannya padaku, yang aku butuh bukan kata-kata manis, atau puisi, bahkan setumpuk bunga mawar, karena yang aku butuh hanya kamu dan bersamamu dalam setiap detik yang aku punya, ada kamu yang menjaga aku, ada kamu yang membuat aku semangat.
          Enam bulan berlalu akhirnya aku di terima di salah satu universitas tempat di mana Bejo kuliah dulu, belum lagi Tarmin dan Minah juga di terima di tempat yang sama. Ini hari pertama aku masuk kuliah, dan tadi Bejo yang mengantar aku ke kampus. Saat aku sedang mengikuti OSPEK semuanya masih berjalan lancar, sampai saat aku merasa seluruh badanku remuk kepala aku pusing dan aku tak tahu apa yang terjadi lagi setelah mataku terpejam dan terjatuh. Sadar-sadar  aku sudah berada di ruang perawatan kampus. “Dis, kenapa kamu, kamu belum makan ?” tanya Minah dan Tarmin mengkhawartirkan aku.” Loh…. kalian boleh masuk kesini, ia sekarang kita sudah diizinkan pulang oleh kaka senior”.
          Satu minggu berlalu entah kenapa akhir-akhir ini badan aku terasa pegal-pegal belum lagi rasa nyeri ditulangku, dulu aku juga pernah seperti ini dan sudah diperiksakan ke dokter, aku hanya tidak boleh terlalu lelah saja. Setelah minum obat hilang semua. Tapi sekarang tambah parah, sudah dua hari aku tidak masuk kuliah, tentu saja semua jadi khawatir akan keadaanku. Tiap hari setiap pulang kuliah Tarmin dan Minah selalu menemaniku dirumah belum lagi perhatian Bejo yang membuat aku merasa jadi ratu.
          Satu tahun berlalu begitu lambat mungkin karena sakit yang aku rasakan sehingga selama setahun belakangan ini aku selalu keluar masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama. Aku tidak tahu sakit apa, karena selama ini dokter yang memeriksaku hanya berbicara dengan mama atau Bejo dan ketika aku tanya mereka menjawab aku hanya tidak boleh kelelehan. Aku jadi penasaran.

          Satu minggu berjalan lancar badanku terasa lebih enak, tulangku pun menjadi lebih bersahabat, sehingga aku beranikan diri untuk meminta Bejo untuk jalan-jalan keluar rumah. Akhirnya Bejo menyetujuinya dengan persetujuan mama tentunya, Bejo mengajak Tarmin dan Minah juga. Bejo menjemputku, setelah berpamitan kita melaju ke tempat Tarmin dan Minah. Lalu kita pergi berempat ke salah satu tempat karaoke di Jakarta karena aku yang memintanya, entah kenapa aku ingin sekali bernyanyi bersama mereka. Penuh canda dan tawa semuanya, aku merasa tidak seperti orang sakit. Bejo selalu tersenyum dan bernyanyi sambil melihat kearahku sehingga membuat  Tarmin dan Minah iri. “Aduh, yang berduaan dunia milik berdua deh” sahut Minah agak sedikit mencibir sambil tertawa memandang Tarmin.” Minah, aku sayang kamu, jangan pergi dariku ? sahut  Tarmin beriringan meledek aku dan Bejo. Tiga jam berlalu dan kami menghabiskannya disini. Penuh canda tawa dan kenangan yang indah bersama mereka.
          Hari ini hari minggu sudah pasti semua libur, aku meminta Bejo untuk pergi ke tempat wisata di Jakarta, kali ini Tarmin dan Minah juga ikut, aku membawa bekal secukupnya dan kamera untuk mengabadikan suasana di sana nanti. Entah kenapa aku tidak ingin melewati hariku sendiri dan hanya sendiri. Kami pergi dan di sana banyak kejadian yang menyenangkan. Kami berfoto dan selalu bersama. Banyak sekali foto dan gaya-gaya kami.
          Keesokan harinya aku ingin sekali pergi ke villa bareng dengan mereka dan keluarggaku, tapi kata Bejo aku sudah terlalu lelah bagaimana kalau kita undur saja jadi minggu depan dan kebetulan juga bertepatan dengan ulang tahunku. Aku pun menyetujuinya. Keesokan harinya Bejo rutin datang kerumah dan bicara dengan kedua orang tuaku. Aku sempat mendengar percakapan mereka, apa lagi kalau bukan pestaku nanti. Mama sibuk menelepon saudara, papa dengan Bejo sibuk menyiapkan acaranya nanti, belum lagi Tarmin dan Minah sibuk dengan mama mencatat  siapa saja temanku yang akan diundangnya. Entah kenapa aku jadi semakin sedih, ternyata banyak sekali orang-orang yang menyayangiku selama ini, aku beruntung memiliki mereka disisiku. Ah, tubuhku menggigil dan kurasakan dingin, aku juga merasakan sakit yang luar biasa di tulangku. Tapi aku tidak mau mereka semua mengkhawatirkan aku, aku sengaja menyembunyikan sakitku. Aku berkaca “Oh…alangkah pucatnya aku seperti kehabisan darah, rambutku pun makin menipis”. TUHAN kenapa aku ?, ada apa dengan tubuhku ?. Tiba-tiba saja Tarmin dan Minah masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu.” Hai Dis, yang mau ulang tahun bercermin terus”. Sahut si tukang celetuk  Minah. “Kita kesalon saja, aku ingin memotong rambutku” ajak Tarmin. “Aku juga mau creambath. Gendis kamu sekalian saja mempercantik diri buat ulang tahun nanti”.
          Sepulangnya dari salon badan aku agak rilek. Besok sudah acaranya semua jadi semakin sibuk. Malam ini aku tidur tidak nyenyak, untung saja ada Bejo tiba-tiba datang kerumah sambil membawa kue kecil bertuliskan happy birthday Gendis dan 21 lilin menandakan usiaku sekarang. Bejo menyanyikan Happy Birthday untukku tepat jam 12 malam. “Selamat ulang tahun saying”, sambil mengecup keningku. “Semoga cepat terlepas dari rasa sakitmu dan apa yang kau inginkan akan terwujud”. “Terima kasih Bejo, aku tidak pernah menyangka kamu akan datang , aku pikir seperti biasa hanya telepon dan keesokan paginya baru kamu datang”. Aku ingin kasih kamu sesuatu yang berbeda, apa lagi untuk calon istriku. Sambil menunjukan cincin yang Bejo bawa untukku, maukah kamu bertunangan dengan ku Gendis..?. Hanya air mata yang kusematkan dipipiku aku tak mampu berkata jelas. Bejo… aku mau, sambil memeluk Bejo. Dan Bejo pun memakaikan cincinya di jari manisku.
          Sesampainya di villa aku merasa lega entah kenapa aku merasa semua bebanku terlepas hilang tertiup angin, acara sudah mau di mulai sayang, semua sudah berkumpul di dalam, suara Bejo yang tiba-tiba muncul diiringi sebuah kecupan dipipiku dan memelukku.” Bejo…kamu harus berjanji, apapun yang terjadi nanti dengan aku kamu tidak boleh menangis”. “Iya aku janji sayang. Apa pun yang terjadi aku tidak akan pernah menangis, dan aku juga tidak akan pernah pergi dari sisimu untuk selamanya”.
          Akhirnya acara selesai juga, sungguh aku lelah tapi aku senang. Yang lain sedang asik bermain. Disini hanya ada aku Bejo dan dua sahabatku, kami bicara panjang lebar. Kali ini aku yang banyak bicara, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua, karena kalian sudah jadi yang terbaik, jadi pacar yang setia, jadi teman bahkan saudara. Terima kasih karena sudah membantuku mewujudkan mimpi terakhirku. Mereka menangis sambil memeluk aku, tiba-tiba saja aku tak ingat apa-apa, yang aku ingat malaikat sudah menjemputku. “GENDIS” semua berteriak, semua menangis meratapi kepergianku, raut wajah kesedihan tampak jelas terlihat di wajah orang-orang yang aku sayangi. Sebelum aku benar-benar pergi izinkan aku TUHAN untuk memeluk mereka orang-orang yang aku kasihi, sampai akhirnya aku benar-benar telah pergi ke dunia lain.
          Satu tahun setelah kepergian Gendis, Bejo datang ke makam Gendis dengan membawa kotak kecil yang di ikat rapih dengan pita. Dis, aku datang dengan membawa hadiah untukmu, ini foto-foto terakhir kebersamaan kita sebelum kepergianmu satu tahun yang lalu, aku belum sempat memberi tahumu. Fotonya lucu-lucu, apa lagi kamu terlihat sehat sampai-sampai aku nggak pernah menyangka kamu menderita kangker tulang. Sebenarnya aku tahu sejak awal,saat itu aku tiba-tiba menghilang selama satu bulan karena aku tidak bisa terima orang yang aku sayangi menderita penyakit separah ini. Aku tahu dari mama dan dari dokter yang memeriksa kamu. Maafkan aku jika aku menyia-nyiakan kamu waktu itu. Makanya aku ingin tebus semua kesalahanku dan aku akan membuatmu bahagia sampai akhirnya kamu telah pergi untuk selamanya. Jika ada hal yang terindah dalam hidupku aku yakin hanya kamu yang terindah, jika aku boleh memutar waktuku lagi aku yakin hanya kamu yang aku pinta kembali. Tenanglah disana, dimana kamu tidak pernah merasa sakit. Aku akan menjaga kenangan kita untuk selamanya.