BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 03 Februari 2012

MENTARI KAMPUNG GARDU BATOK

         Tiga hari sebelum berangkat ke luar kota, Asti sudah mempersiapkan semua pakaiannya di dalam tas. Tetapi niat itu belum sepenuhnya diyakini karena banyak pihak yang tidak merelakannya pergi dari kampung ini.
“Asti, apa kamu benar-benar mau meninggalkan Nenek sendiri di sini ?” ucap Nenek yang tiba-tiba masuk ke kamar dan menghampiri Asti.
“Sebenarnya Asti tidak mau Nek, tapi ... “
“Karena keadaan ?” belum selesai perkataan Asti, Nenek sudah langsung meneruskan pembicaraannya dan Asti hanya diam.
“Asti, kamu tau kalau di Jakarta itu kehidupannya seperti apa?” tanya Nenek.
“Asti tau Nek, tapi Asti bisa kok menjaga diri Asti di sana.” Ucap Asti dengan lembut meyakinkan Neneknya.
Nenek hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan air yang mengambang di pelupuk matanya dan langsung pergi keluar kamar meninggalkan Asti. Sebenarnya Asti tidak ingin mengecewakan Neneknya yang sudah susah payah membesarkan dan mengurusnya sejak ditinggalkan Orangtuanya. Ibunya sudah tiada sejak Asti berusia empat tahun, sedangkan Ayahnya sudah tiada sejak Asti masih di kandungan. Karena itu Asti tidak ingin selamanya menyusahkan Neneknya. Asti hanya bekerja sebagai guru mengaji di kampungnya dengan hasil yang minim sehingga ia harus bekerja di Jakarta yang mungkin hasilnya lebih mencukupi.
  Asti ingin bekerja di Jakarta karena ditawari oleh teman sewaktu SD-nya, Susi. Asti melihat kehidupan Susi lebih baik semenjak bekerja di sana. Ia sudah bisa merenovasi rumah, membeli motor, dan juga bisa  menyekolahkan adik-adiknya sampai SMA. Selain itu, Susi juga terlihat berbeda dari penampilannya.
“Wah, kamu terlihat lebih heboh dan cantik Susi, semenjak kamu tinggal lama di Jakarta.” Ucap Asti ketika ia bertemu Susi di warung dekat rumahnya.
“Iya lah, walaupun aku cuma pembantu di sana tapi aku nggak mau ketinggalan sama trend-nya.” Jawab Susi dengan bangga.
“Oh, begitu …” lanjut Asti
“Kamu mau jadi kayak aku gini, Asti? Bisa merenovasi rumah, bisa beli baju bagus, dan lainnya.” Tanya Susi.
“Hmm.. emang ada pekerjaan buat aku di sana, Sus?” Tanya Asti balik.
“Ada, kebetulan tetangga majikanku membutuhkan pembantu baru, kamu mau?” Susi mulai menawari pekerjaan pada Asti.
“Oh ya ? baiklah nanti aku bicarakan dulu sama Nenekku.” Jawab Asti dengan senang.
“Oke! Nanti aku tunggu jawabanmu, tapi jangan kelamaan karena aku nggak lama di sini, aku mau balik lagi ke Jakarta, ya!” ucap Susi.
“Iya, terima kasih ya, Sus!” ucap Asti sebelum mereka meninggalkan warung.
Semenjak itu Asti berniat untuk bekerja di Jakarta, karena ia merasa jika ia bekerja di  sana, ia bisa membahagiakan Neneknya. Namun, keinginannya itu tidak diijinkan Nenek karena khawatir cucunya akan seperti Susi yang sombong dan berpakaian yang tidak pantas. Nenek dikenal sebagai guru mengaji di kampung Gardu Batok, sehingga dia keras dalam mendidik agama terutama terhadap cucunya, Asti.
Setelah meminta ijin pada Nenek, Asti menemui Susi di rumahnya.
“Susi, aku nggak bisa ikut sama kamu.” Ucap Asti saat bertemu Susi di rumahnya.
“Kenapa ? karena Nenekmu ?” Tanya Susi lagi.
“Iya, aku nggak diberi ijin sama Nenek, lagipula aku nggak tega tinggalin Nenek sendirian di sini.” Jawan Asti jelas.
“Apa kamu nggak nyesel ? ingat, kalau kamu kerja di Jakarta, kamu bisa membahagiakan Nenekmu.” Rayu Susi. Asti pun sejenak berpikir sekali lagi untuk meyakinkan niatnya itu, dan tanpa pikir panjang Asti langsung menyetujui tawaran Susi.
Malam sebelum hari perginya Asti, Nenek mencoba kembali menyakinkan Asti agar tidak pergi bekerja ke Jakarta.
“Asti, kalau kamu pergi, nanti siapa yang akan menggantikanmu mengajar anak-anak?” Tanya Nenek.
“Masih ada teh Mira, Nek. Dia yang akan menggantikan Asti.” Jawab Asti.
“Semudah itu kamu meninggalkan mereka di saat mereka sedang ingin belajar darimu?” Tanya Nenek lagi.
Asti tidak bisa menjawab pertanyaan Nenek, ia semakin ragu untuk pergi. Ia merasa Neneknya benar-benar tidak merelakannya pergi, tapi ia sudah berjanji pada Susi bahwa ia akan ikut ke Jakarta, Susi pun sudah memberitahu pada majikannya kalau  ia sudah dapat teman yang akan bekerja di sana.
Esoknya, sebelum Asti pergi, sekali lagi iya meminta restu dari Neneknya.
“Nek, Asti pergi ya ! dan tolong doakan Asti agar selamat di sana.” Pinta Asti.
“Iya, Nenek cuma bisa kasih doa saja. Tapi sekali lagi Nenek cuma bisa bilang sama kamu, pekerjaan menjadi guru itu lebih mulia daripada pekerjaan yang akan kamu kerjakan nanti di Jakarta. Di sini lebih membutuhkan ilmu apalagi ilmu agama dan itu ibarat mentari yang bersinar menerangi bumi.” Ucap Nenek.
Mendengar itu Asti sedih dan meneteskan setitik air matanya, lalu pelan-pelan pergi meninggalkan Neneknya. Dalam berjalan menuju rumah Susi, Asti masih memikirkan apa arti kata yang diucapkan Neneknya tadi, tak lama terdengar suara anak-anak dari kejauhan dan dilihat ternyata murid-murid pengajiannya.
“Kak Asti … kak Asti … kakak mau kemana ? kakak mau pergi jauh ya ?” Tanya Ahmad salah satu dari muridnya.
“Iya, kakak mau pergi ya ? jangan pergi dong, kita kan masih mau belajar sama kakak.” Ucap Nisa sambil menarik-narik pelan baju Asti. “Kita nggak akan nakal lagi, kita akan rajin mengaji … “ lanjutnya.
Mendengar itu semua, hati Asti menjadi luluh, ia sekarang mengerti maksud kata-kata Neneknya bahwa mengajari ilmu lebih berarti karena dapat memberi manfaat kepada orang lain, selain itu dapat mejadikan orang yang tidak tahu menjadi tahu karena dapat petunjuk atau penerangan dari seorang guru dan itu ibarat mentari menerangi bumi.
“Iya, kakak nggak akan pergi kok .” Jawab Asti dengan senyum senang. “Hore … hore .. hore !!!” sorak-sorai  murid-murid Asti dengan gembira. Kemudian Asti melanjutkan langkahnya menuju rumah Susi.
“Susi, sebelumnya aku minta maaf, aku nggak jadi ikut sama kamu ke Jakarta.” Ucap Asti dengan rasa bersalah.
“Kenapa ? karena Nenekmu lagi ? sudah ... “ Susi belum selesai bicara, Asti lansung menjawab, “Bukan hanya Nenek, aku nggak mau meninggalkan murid-muridku dan kampung ini.”
“Benar ? kmu nggak akan nyesal nanti ?” tanya Susi menyakinkan.
“Iya, aku nggak akan nyesal dan tidak akan pernah nyesal !” jawab Asti dengan pasti.
“Ya sudah, itu terserah kamu saja, aku sudah punya penggantimu kok !” ucap Susi dengan wajahnya yang angkuh.
“Ya sudah, aku pamit ya? Assalamu”alaikum ... “
Setelah itu Asti dengan bergegas pulang ingin langsung menemui Neneknya dan meminta maaf karena telah hampir mengecewakannya.

Tugas 7 Penpop

0 komentar: