BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 06 Desember 2011

BUAH RAMBUTAN

Oleh : Siti Chodijah Juniati
           Di sebuah kampung terpencil terdapat pondok pesantren yang tidak banyak santrinya. Terdengar dari kejauhan suara-suara santri yang sedang bersholawat sambil menabuhkan alat musik marawis. Saat itu para santri sedang menikmati hari liburnya dengan bermain, selain itu ada juga dari santri yang lain melakukan aktivitas lain.
Saat di penghujung waktu santai, yaitu setelah sholat ashar, aku bersama temanku Salma keluar dari pondok ke warung untuk membeli keperluan kami. Saat kembali, aku dan Salma tak sengaja melintasi sebuah kebun rambutan. Di sana aku mendengar ada yang memanggil kami, “Hai, Banaat ... mau rambutan gak ?” kami sempat terkejut mendengarnya lalu kami berhenti sejenak. Awalnya aku tak peduli, tetapi saat ku lihat ternyata Dani dan dua santriwan lainnya yang memanggil, lalu kami menghampiri mereka.
 “Sedang apa kalian di sini?” tanyaku.
“Kami sedang memetik rambutan, kalian mau ?” jawab Dani.
“Kami sih mau saja, tapi kalian sudah ijin belum sama Umi?” tanyaku lagi meyakinkan.
“Ya sudahlah, kalau belum ngapain juga kami mengambil rambutan ini?” Kemudian kami pergi setelah mereka memberi 10 buah rambutan tersebut.
Sesampai di pondok, aku dan Salma menawari buah rambutan ini kepada santriwati lainnya, “Hai, Banaat ... Siapa yang mau rambutan datang ke sini ya !” seruku. Tidak lama kemudian Dedeh dan Biah datang menghampiri kami dan ikut memakan rambutan pemberian santriwan tadi. Mereka lansung melahap semua rambutan itu tanpa banyak bertanya, darimana datangnya rambutan ini.
Saat para santri bersiap-siap ke masjid untuk sholat maghrib, aku masih di kamar mandi untuk mengambil wudhu. Terdegar dari luar, suara Salma memanggilku, “Nisa..Nisa..Nisa..” berkali-kali ia memanggil, aku tak bisa menjawab karena sedang berwudhu. Setelah selesai, aku menghampirinya.
“Ada apa Sal, kok kayak panik gitu?” tanyaku dengan heran.
“Kita dipanggil sama pengurus, Nis! Gara-gara kita makan rambutan tadi.” Jawabnya cemas.
“Dipanggil ? ya sudah kita temuin aja, kita kan gak salah ngapain juga takut.” Lanjutku tanpa rasa cemas.
Dari depan kamar, terlihat Dani dan santriwan tadi yang memetik buah rambutan sedang berdiri berderetan di depan kantor pengurus. Perasaanku yang tadi biasa saja berubah secara sekejap menjadi cemas.  Aku dan Salma bergegas menuju kantor. Belum sampai di depan pintu, aku dan Salma terkejut mendengar teriakan suara pengurus, sepertinya dia sedang memarahi Dani dan kawan-kawan. Tidak lama kemudian, aku dan Salama masuk ke dalam kantor itu, kami langsung disuruh berdiri dengan cara yang sama dengan mereka.
 “Apa kalian berdua juga ikut mengambil rambutan?”, tanya pengurus itu dengan tegas.
“Tidak, Bang, kami cuma dikasih aja sama Dani.” Jawab aku dan Salma serempak.
“Kalian tahu, kalau buah rambutan yang kalian makan itu punya Umi?” tanyanya lagi.
“Tahu, tapi kata mereka udah ijin sama Umi? Ya udah, kami mau menerimanya.” Jawabku polos.
“Kalian tahu, tadi Umi marah-marah sama Abang, katanya ada santri yang mengambil rambutan gak ijin sama Umi? Bukannya apa-apa, Abang gak mau kalian itu mencuri, karena mencuri itu tidak baik, yang tadinya buah itu halal menjadi haram, dan itu bakal membuat ilmu yang kalian dapat akan sia-sia dan tidak bermanfaat karena kemurkaan seorang guru juga. Mengerti kalian ?”
“Iya, Bang..” Jawab kami dengan serempak.
Beberapa menit kemudian, aku dan teman-teman yang lain keluar dari kantor pengurus. Aku kesel dan marah sama Dani karena telah membohongi aku dan Salma. Andai saja tadi aku tidak mau menerima buah itu, aku tidak bakal dipanggil sama pengurus.

Tugas 3 Penpop

0 komentar: