BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 06 Desember 2011

Suasana Libur di Pondok Pesantren

oleh: Siti Chodijah Juniati
       Saat jarum jam menunjukkan tepat pukul tiga pagi alarm pun berbunyi keras, hingga membuatku terbangun dari tidur. Kulihat teman-teman sekamar belum ada yang terbangun, kubangunkan mereka dengan seruan yang cukup lembut, hingga akhirnya satu per satu dari mereka terbangun. Aku dan teman-teman pun bergegas mengenakan jilbab dan keluar kamar menuju kamar mandi hendak mengambil wudhu. Karena kamar mandi di pondok terbatas, para santri telah mengantri di depan pintu. Ada yang terlihat masih mengantuk, ada yang kesal karena terlalu lama menunggu, bahkan ada juga yang tertidur. Sungguh melihat itu membuat aku geli dan ingin tertawa sehingga rasa kantukku hilang. Lambat laun, akhirnya satu per satu dari mereka selesai berwudhu dan antrianpun semakin berkurang. Ternyata pojok kanan ke pojok kiri musholah telah penuh dengan barisan shaf-shaf para santri yang sedang melakukan sholat sunnah. Di sisi lain, ada santri yang sedang tadarusan, suasana terasa ramai namun damai dalam kalbu.
Sekitar pukul setengah tujuh pagi, setiap hari libur sekolah para santri bekerja bakti. Pengurus pondok mulai mempersiapkan daftar piket yang ditempelkan di mading. Beramai-ramai para santri melihat daftar itu karena ingin tahu. Dari mereka ada yang dapat bagian piket di dapur, bagian menyapu halaman, bagian membersihkan kamar mandi, bagian membersihkan teras depan kamar santri, dan bagian membersihkan kamar ustadzah.
Aku dapat bagian membersihkan teras depan kamar santri. Keadaan teras depan kamar santri terlihat sangat kotor karena musim hujan jalanan menjadi sangat becek. Selain itu teras juga belum dilapisi dengan keramik. Suasana tempat lainpun sama. Meskipun begitu kami selalu membuat pekerjaan itu terasa menyenangkan karena setelah itu para santri dapat melepaskan lelah dengan bersantai.
Aku dan teman-teman memutuskan bermain rebana di aula. Kami bermain di aula karena tempatnya yang cukup luas dan sepi tidak ada orang disana sehingga tidak mengganggu orang lain. Rebana mampu membuat suasana sepi menjadi ramai dan menyenangkan.
Saat azan Zuhur berkumandang, aku dan teman-teman masih asik memainkan rebana dan tidak mendengar azan itu. Tidak lama kemudian terdengar suara gedoran pintu yang sangat keras hingga membuat aku kaget dan menghentikan mainanku, begitu juga yang lain secara serempak menghentikan mainan dan nyanyian mereka. Kemudian aku dan teman-teman menghampiri depan pintu. Rasa takut menghampiriku. Namun pintu itu pun masih harus ku buka.
Sedikit demi sedikit pintu itu ku buka. Ketika terbuka lebar, ku lihat sosok perempuan yang tidak asing lagi dan ternyata dia adalah pengurus pondok bagian keamanan. Oh, sungguh menyeramkannya dia saat sedang marah. Kami yang berada di dalam aula di suruh keluar dan berbaris di hadapannya. Begitu lantang suaranya saat memarahi kami, sampai-sampai telingaku tak kuat mendengarnya. Dia memarahi kami karena kami tidak menghargai azan yang sedang berkumandang dan kami masih saja memainkan rebana. Kami mencoba memberi alasan tapi tidak dihiraukannya.
Setelah sholat Zuhur berjamaah, aku dan teman-temanku yang bermain rebana tadi dipanggil ke kantor pengurus. Disana kami menemui pengurus bagian keamanan, dan ternyata kami mendapat hukuman. Hukuman yang kami terima adalah memasak hidangan untuk makan sore para santri. Bagiku hukuman itu tidak berat, malah bagiku itu menyenangkan. Tapi ada hal yang paling aku tidak suka di dapur yaitu menggoreng di atas kompor yang berbahan bakar kayu atau sering disebut hauk. Aku tak kuat karena asapnya yang mengebul-ngebul sampai mataku perih dan memerah bahkan terlihat seperti menangis. Tapi hal itu lucu bagi tukang masak di dapur, mereka hanya bisa melihat dan menertawakan aku saja.
Dua jam di dapur rasanya panas sekali, asap mengebul kemana-mana. Sesekali aku keluar menghirup udara karena terlalu lama di dalam rasanya nafasku tersesak. Ku lihat di luar sana beberapa santri masih saja sibuk. Mondar-mandir dari kamar ke aula sambil menyandang buntelan yang berisi pakaian karena hendak menyetrika. Ada juga yang mondar-mandir dari kamar ke kamar mandi sambil menyandang ember yang berisi pakaian kotor karena hendak mencuci. Aku sadar kalau aku belum rapih-rapih, menyetrika dan mencuci pakaian sekolah untuk hari esok. Kemudian aku kembali ke dapur untuk cepat-cepat menyelesaikan tugasku, setelah itu aku hendak bersih-bersih dan meyelesaikan urusanku sendiri.
Waktu santai di hari libur telah selesai. Seusai sholat Maghrib para santri kembali disibukan dengan ta’lim dan belajar. Saat bel ta’lim berbunyi, para santri harus sudah menyiapkan kitab-kitab dan menunggu di kelas untuk ta’lim bersama ustadz dan ustadzah sampai pada waktu sholat Isya’. Setelah Isya’ pun kami masih terus ta’lim sampai pada pukul sembilan malam. Setelah ta’lim para santri diberi waktu untuk beristirahat sejenak dan dilanjutkan belajar bersama di aula sampai pada pukul sepuluh malam, lalu mereka kembali ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat dan kembali ke buaian ibu pertiwi.

Tugas UTS Penpop

0 komentar: