BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 25 Januari 2012

Ayah (Aku Ingin Bebas )

oleh: Noer Alfah
Zivana Aida Rachmi, nama lengkapku. Zie nama panggilanku. Mungkin menurut kebanyakan orang aku terlahir sebagai orang yang berutung. Memiliki segalanya, rumah mewah, mobil, dan banyak perusahaan milik ayahku. Namun bagiku, aku bukan orang yang beruntung. Aku tidak memiliki apa yang mereka miliki. “kebebasan”, ia, aku tak memiliki itu. Aku tak butuh materi yang berlimpah. Dalam hidup ini aku hanya ingin kebebasan dan kebahagiaan.
                 “ Tuhan… aku tidak pernah menyesal lahir didunia ini, aku juga tidak membenci orang tuaku, aku hanya berpikir, mengapa kehidupan yang kumiliki berjalan bukan dasar kemauanku”? ini hidupku Tuhan! Bukan hidup ayahku. Tapi mengapa ia selalu mengaturku dengan kemauannya? Seakan-akan aku tak pernah mempunyai pilihan. Dari sekolah, teman, sampai perguruan tinggi, ayah yang pilih. Pendapatku tak pernah didengar.  Aku ingin seperti anak-anak yang lain memilih bebas jalan hidupnya sendiri.
                  “Zie … “! Ibu memanggilku! Langsung kututup buku harianku.  Aku berguman dalam hati. Ibu, ia, hanya ibu yang bisa mengerti aku.  Tak pernah ibu memarahiku. Lemah lembut tutur bahasanya. Tak habis pikir aku dengan ibu? Mengapa wanita lemah-lembut seperti ibu bisa menikah dengan laki-laki seperti ayah yang sangat keras kepala. Ibu begitu sabar, walaupun terkadang ayah tak pernah mendengar pendapat ibu.   Langsung kujawab panggilan ibu. “Ia bu…”, tak lama ibu langsung menghampiriku. Zie dari pulang kuliah sepertinya kamu belum makan nak…! Ia bun nanti Zie makan.
                 Kuteruskan catatan harianku; terkadang ingin rasanya aku memberontak pilihan ayah. Selama ini aku memang selalu menurut pada ayah. Namun berbeda dengan kak Natly yang memilih jalan hidupnya sendiri. Kak Natly meninggalkan rumah tiga tahun yang lalu. Kak Natly pergi karena ayah menyuruhnya untuk masuk sekolah kedokteran. Namun kak Natly menentang keras, ia hanya ingin menjadi penulis. Menurutnya dokter bukan profesi yang tepat untuknya. Pesan terakhir kak Natly aku harus menurut pada ayah. Kak Natly bilang aku lebih penurut dan tidak keras kepala. Padahal kalau saja kak Natly tau, aku juga sama seperti dirinya. Hanya saja aku tak punya keberanian untuk memberontak.
                 “ Zie…Zie…”! ayah memanggilku. Ia ayah.. langsung saja ku menghampiri ayah. “ kenapa ayah”? Zie ayah mau nilai IP kamu semester ini harus di bawah tiga. “ ia ayah Zie akan berusaha semampu  Zie. Apa? Semampu kamu? Tidak bisa seperti itu zie ayah gak mau tau, ayah bilang harus, berarti harus! “Aku lansung masuk ke kamar. Rasanya aku sudah tidak bisa menahan air mataku. Kubuka lagi buku harianku. Kak… kenapa si loe harus pergi? Kak gue bingung, kenapa si ayah gak pernah ngerti, kalau kemampuan gue terbatas. Rasanya ingin sekali aku berteriak. Aku ingin sekali-kali memberontak, namun aku tak berani. Ayah… aku ingin bebas! Ini hidup aku, beri aku kesempatan sekali saja, menentukan hidupku ayah. Aku bingung ayah… bagaimana jika aku tak mendapat nilai sesuai kemauan ayah? Apa aku bukan jadi anak ayah lagi… ayah tolong mengerti aku…!
Ibu menghampiriku, mungkin saja ia tau apa yang kurasakan.  Langsung saja aku memeluk ibu sambil menangis. “ Ibu… aku kangen sama kak Natly. Ibu langsung menghusap air mataku. “ Zie ayah sayang sama Zie, dan Kakakmu. Setiap malam ayah sering kali terlihat gelisah memikirkan Kakakmu. Zie harus kuat...Zie harus buktikan sama ayah kalau Zie mampu.
                 Ujian akhir sudah selesai, namun aku tetap saja tidak tenang. Karena aku harus menunggu nilai akhir ujian. Tepat pada waktunya akhirnya nilai ujianku keluar. Degggggg! Hatiku berdebar… membuka amplop yang berisi nilai ujianku. Huuuuhhhhh…! Syukurlah… nilai ujianku sesuai dengan harapanku. Aku tersenyum. Untunglah kali ini keberuntungan sedang memihakku. Aku langsung segera pulang. Langsung kuberi tahu nilai ujianku pada ayah. Wajahnya tersenyum melihat nilaiku. Namun aku tak menghiraukanya lagi. Akhirnya aku bias makan dan tidu dengan tenang. Langsung ku masuk ke dalam kamar. Rasanya sudah lama aku tidak merebahkan diri dengan santai. Tokk..tok… tok terdengar ketukan pintu kamarku. Langsung kubuka. Ternyata ayah. Ayah lansung memelukku. Rasanya baru kali ini aku merasa pelukan yang begitu hangat.
                 “ Zie ayah memanggilku….”, kenapa ayah? Zie maafkan ayah. Aku bingung maksud perkataan ayah. Zie ayah melakukan ini karena ayah sayang sama Zie. Ayah mau Zie jadi anak yang dibanggakan. Zie ayah mau jujur sama Zie. Zie harus tau cerita yang sebenarnya. Andai saja Zie tau klau Kak Natly pergi dari rumah bukan karena ayah, paksa untuk masuk sekolah dokter. Zie ternyata diam-diam kakakmu menjalin kasih dengan laki-laki yang sudah beristri. Kakakmu hamil zie, dengan laki-laki itu. Namun sedikitpun laki-laki itu tidak bertanggung jawab, malah meninggalkan kakakmu. Aku tak percaya dengan kata-kata ayah, namun jika ku ingat pesan terakhir kaka “ Zie kamu harus menurut dengan ayah, dan jangan bikin dia kecewa”. Cukup masuk akal, ditambah lagi aku melihat ibu menangis dibalik pintu yang terbuka. Aku tak yakin dan tak percaya, namun tak aku hiraukan lagi perasaan itu, ku dengarkan lagi ceriya ayah tanpa bertanya sepatah katapun.
Zie... sedikitpun ayah tak pernah marah pada perbuatan kakakmu. Ayah hanya merasa gagal menjadi seorang ayah untuk kakak mu. Ayah juga tak pernah mengusir kakakmu. Kakakmu pergi dari rumah tanpa sepengetahuan kami. Hanya selembar surat yang ayah temukan di kamar kakakmu. Kakakmu bilang ia mau pergi ke Surabaya untuk mencari laki-laki itu. ayah sok membaca surat dari kakak. Pagi-pagi sekali ayah dan ibu langsung menyusul kakakmu ke bandara. Namun Zie... , ayah tak sanggup lagi bercerita. Ayah menangis, baru kali ini aku lihat sosok ayah yang biasa begitu tegas kini terlihat begitu cengeng. Kupeluk ayah, dan kemudian ibu menghampiriku dan ayah. Dan langsung meneruskan cerita ayah. Biar ibu yang cerita Zie, ternyata sia-sia Zie, ibu dan ayah telat. Pesawat yang kakak tumpangi sudah berangkat. Namun ketika kami ingin pulang, ternyata ada pemberitahuan bahwa peswat menuju Surabaya mengalami kecelakaan. Ternyata kakakmu adalah salah satu korbannya. Malangnya nasib kakakmu, jenazahnya tidak ditemukan. Kami sangat hancur, namun kami sepakat untuk tak memberi tahumu. Karena kami tahu kamu begitu menyayangi kakakmu.
                 Ya Tuhan... aku tak percaya ini, apa yang kudengar ini sangat menyiksa perasaanku. Aku tak bisa menerima ini. Mengapa orang tuaku tega merahasiakan hal besar seperti ini. Orang yang begitu aku sayangi ternyata sudah meninggal tiga tahun. Aku tak percaya ini, rasanya seluruh tenagaku habis, tak sanggup lagi aku mendengar cerita mereka. “ Zie... maafkan ibu dan ayah... kami tak bermaksud membohongimu. Air mataku tak berhenti mengeluarkan air mata. Rasanya dadaku begitu sesak, tak bisa aku bernafas. Aku benar-benar sudah tidak bisa berpikir. Ibu dan ayah langsung memelukku, namun aku tak berbicara sedikitpun. Tak lama mereka meninggalkanku, mungkin mereka menunggu pikiranku tenang.
                 Mataku terasa begitu perih, namun aku sudah bisa berpikir dengan tenang. Aku harus bisa menerima semua ini. Semua telah terjadi. Tapi mengapa kakak harus pergi dengan cara seperti itu. Aku tak percaya, namun semua telah terjadi. Aku langsung trertidur.
                 Esok harinya aku terbangun, aku masih berharap apa yang kudengar semalam hanya mimpi. Namun harapan hanyalah tinggal harapan. Aku langsung menghampiri ibu, dan langsung memeluknya. Ibu berkata “ Zie maafkan ibu ia”? aku mengangguk, ia bu... aku yakin apa yang ibu lakukan itu demi kebaikanku. Ayah juga menghampiriku. Dan membisikan sesuatu. “ Zie... sekarng kamu lakukan apapun yang ingin kamu lakukan demi kesuksesanmu. Ayah percaya sama Zie. Ya Tuhan... kata-kata yang aku harapkan selama ini, keluar dari mulut ayah. Aku tersenyum bahagia...
                 Tok...tok...tok, sepertinya ada yang mengetuk pintu. Tanu dari mana pagi-pagi sudah datang. Aku langsung berlari untuk membuka pintu. Aku kaget! Seorang laki-laki berbadan tinggi dan seorang perempuan cantik yang tak asing bagiku, bersama seorang gadis kecil yang lucu kira-kira usianya dua atau tiga tahun. Ia langsung menyium tanganku, dan menyapaku. “Tanteeee”!...


0 komentar: