BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 25 Januari 2012

OPERASI

oleh : Adi Kurniawan
Sabtu pagi yang cerah kuhirup udara yang sangat sejuk, ya ini waktunya weekand, dan aku pun harus pergi ke suatu tempat,bersama kedua orang tuaku. Pukul 08.30 kami berangkat ke tempat yang berada di daerah Cipondoh-Tangerang. Lumayan jauh untuk sampai ke sana.

Akhirnya sampailah kami di tempat itu. Perlahan ku dorong pintu kaca dan segera masuk ke sana. Gedung ini beraroma aneh dan di penuhi orang-orang yang takku kenal. Ku lihat orang-orang sibuk mengantre panggilan untuk dapat masuk ke sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat seorang pria berjas putih dengan berbagai macam peralatan.
            Aku melanjutkan perjalananku berkeliling ruangan. Kini aku menuju ke ruang kecil yang mengantarkanku ke lantai atas, di dalamnya terdapat orang yang duduk di kursi roda dengan kakinya terbungkus kain berwarna putih. Sungguh mengerikan. Lalu sampailah aku di lantai empat gedung ini. Aku masuk ke dalam ruangan bersekat-sekat. Kulihat seorang wanita tua terbaring lemah di atas kasur dengan tangan ditempelkan pada selang-selang dengan botol tergantung di tiang sampingnya. Pandanganku kembali berpusat pada wanita yang baru saja datang membawa sebotol obat dan alat untuk menyuntik. Aku langsung merinding ketakutan. Untung saja aku salah ruangan.
Sudah hampir pukul 11.00 ibu dan bapak mengajakku bergegas mencari Ruangan Angrek 401. Hmm… Ruangan Angrek, dari namanya ruangan itu pasti menyenangkan pikirku. Tapi ternyata, ruangan ini sama dengan ruangan lainnya. Datanglah seorang pria memakai kemeja berwarna biru dengan jas putih, gagh sekali. Tiba-tiba jantungku berdebar lebih kencang. Entahlah, aku tiba-tiba takut. Kali ini seorang wanita berbaju putih menghampiriku. Ia menyuruhku rileks. Tiba-tiba saja ia menyuntikku, aku pun pasrah dan meringis ketakutan. Ooh Tuhan… mereka benar-benar membuat jantungku berdebar-debar. Tiba-tiba ia berkata “operasi akan dilakukan besok jam 08.00”. Ya Tuhan jantung ini semakin berdebar kencang. Tidak ini pasti salah, pasti salah kenapa orang tuau tidak memberitahuku jika aku akan di operasi. Sungguh saat itu juga kekecewaan mulai nampak dalam wajahku.
            Ketika perlahan aku memasuki teras rumah itu, yang ada di benakku sekarang adala Selama ini aku hanya diberitahu oleh orang tuaku jika aku mempunyai penyakit kanker, dan entah separah ini aku pun tidak tahu, hari itu sungguh bagaikan hari terburuk yang pernah aku temui dalam sejarah hidupku. Rasanya aku tidak ingi melihat kedua orang tuaku yang sudah tega membohongi anaknya sendiri, setelah selesai untuk di periksa aku pun memutuskan untuk pulang sendiri. Melihat keadaanku orang tuaku hanya bisa mengiyakan dengan rasa bersalah di mimk mereka, saat mengitari jalan, seketika mataku tertuju pada suatu tempat di seberang jalan ya tempat itu adalah “Rumah Kita” yaitu rumah khusus untuk penderita kanker sepertiku, dengan mantap aku pun meminta supir taksi untuk memberhentikan kendaraan seketika dan langsung menuju rumah tersebut, tidak lupa untuk membayar taksi terlebih dahulu, ketika perlahan aku memasuki rumah itu yang ada di benakku sekarang adalah ekspresi wajah mereka dan kehidupan mereka yang mungkin jarang untuk bersosialisasi dengan dunia luar. Saat itu aku pun berpikir pasti mereka di hinggapi dengan rasa takut, marah, atau putus asa dengan penyakit mereka. Ku ketuk pintu perlahan, dan datanglah seorang ibu paruh baya yang ramah menyapaku dan menyuruhku masuk aku pun membalasnya dengan anggukan. Setelah aku menjelaskan tujuan kedatanganku kesini, ibu itupun mengajakku langsung ke tempat utama, yaitu tempat dimana penderita kanker menghabiskan kegiatannya. Ku lewati setiap ruang di sudut rumah ini dan apa yang ku lihat, aku tersontak kaget tidak percaya. Benarkah ini terjadi , semua penderita kanker disini mayoritas adalah anak kecil dan bagaimana bisa mereka begitu ceria, bahagia, bahkan sangat menikmati hidup mereka. Canda tawa menghiasi raut wajah mereka seakan tidak peduli dengan dunia luar dan walaupun tidak sedikit orang tua yang meninggalkannya begitu saja.
            Ku tepuk sebelah pipiku nan mulus ini untuk sekedar meyakinkan diriku yang memang berada dalam dunia nyata. Aku terus mengitari rumah ini ditemani oleh ibu asuh mereka, kudengarkan setiap cerita ibu asuh ini dari mulai suka maupun duka, lumayan lama aku mendengar kisah mereka dan tanpa kusadari setes air bening pun menyapu wajahku seketika. Sungguh bodohnya aku, kenapa aku bersikap arogan kepada orang tuaku, mereka berusaha menyembunyikannya karena tidak ingin aku merasa terbebani akan penyakitku yang ternyata separah ini. Itulah yang ada dipikiranku sekarang, akhirnya aku pamit untuk pulang kepada pemilik rumah ini, kulambaikan tanganku seraya tersenyum manis di depan anak-anak penderita kanker itu.
            Suatu pelajaran yang sangat berharga untukku, entah sampai aku akan bertahan tapi aku akan tetap yakin dan berusaha untuk mempertahankan hidupku, agar aku bisa membalas semua yang telah dilakukan kedua orang tuaku kepadaku. Kusuruh sopir taksi untuk lebih cepat melajukan mobilnya, karena aku ingin cepat mengeluarkan kata maaf kepada orang tuaku . Akhirnya setelah sampai di rumahku, aku pun bergegas untuk masuk ke dalam rumahku alangkah tidak sabarnya aku, langsung saja ku ketuk keras pintu dengan menimbulkan ritme yang tak berturan. Langsung ku peluk erat ibuku ketika beliau membukakan pintu untukku, mungkin orang tuaku terheran-heran melihatku seperti ini, tapi apa peduliku, yang penting aku sudah berada disisi mereka “maaf kan aku, sungguh aku minta maaf” kalimat itu terus saja kuucapka untuk meyakinkan mereka. Dibelainya pelan rambutku, seketika itu kami pun terlarut dalam kesedihan yang tak terbendung lagi, mengingat besok aku akan di operasi dan entah akan bagaimana lagi hidupku ini.
            Ketika kami termenung menyudahi kesedihan malam ini, kami bertiga pun tidur bersama dalam kedamaian dan keheningan malam ini.Cahaya pagi begitu menusuk kamar kami seketika, suara ayam yang rutin untuk berkokok mengiringi bangun kami. Orang tuaku sudah siap untuk berangkat ke rumah sakit kemarin, dan aku pun dengan senyum pahit bergegas untuk pergi mengikuti orang tuaku. Bayangan potret penderita kanker kemarin menjadi pegangan untukku yang berjuang melawan penyakit ini, ku yakinkan kedua orang tuaku untuk tidak terlarut dalam kesedihan lagi. Kuberikan senyum terakhir termanisku sebelum operasi dilakukan dan akhirnya tepat jam 08.00 operasi pun di mulai.

0 komentar: