BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 31 Januari 2012

Kado Terakhir

oleh : Dessy Susanti


Kado Terakhir
            Setiap hari di pekampungan ku terdengar suara yang sangat ramai, begitu juga pagi ini. Bremmm.. bremmm.. brakkk ! Suara mobil sampah itu datang untuk menurunkan sampah-sampah yang di ambil dari tempat sampah perumahan yang ada di Jakarta.
            Aku dan masyarakat sekitar kampung ini langsung berkumpul seperti biasa untuk mencari barang-barang bekas yang masih dapat digunakan dan dapat dijual. Seperti sampah plastik, botol-botol bekas dan barang-barang yang sudah dibuang dan tidak terpakai oleh pemiliknya. Bagi kami sampah-sampah ini adalah barang yang sangat berharga, karena dari sampah ini kami dapat makan dan tetap bisa hidup.
            Sekitar sepuluh tahun yang lalu, kata ibu sebenarnya kehidupan kami tidak seperti ini. Keluarga kami tinggal di sekitar pasar dekat pinggir kota. Kami memiliki toko sembako, mulai dari beras, minyak goreng, susu, dan berbagai macam barang pangan untuk kebutuhan dapur. Dan ayah pun bekerja di sebuah kantor swasta.
            Dari gaji ayah bekerja dan keuntungan toko keluarga kami dapat hidup dengan sangat layak dan berkecukupan. Tetapi bumi ini memang berputar, malam ini keluarga kami terkena musibah. Toko dan rumah kami habis dilalap si jago merah.
            Saat ayah ingin menyelamatkan barang-barang berharga dari dalam rumah, tubuh ayah tertimpa kayu yang diselimuti oleh api. Tangan ayah pun terluka dan barang-barang kami pun tak dapat diselamatkan.
            Akibat kebakaran yang menimpa keluaraga kami semua barang dagangan dan rumah kami habis terbakar, dan tangan kanan ayah pun cacat akibat luka bakar. Dengan kondisi ayah yang seperti itu, perusahaan pun memberhentikan ayah dari kantor. Dan memberikan pesangon yang tidak seberapa.
            Akhirnya kami menjual tanah bekas rumah kami, karena di daerah ini kami merasa masih ada luka hati dan trauma yang masih membekas.
            Uang dari penjualan tanah dan pesangon dari perusahaan ayah kami gunakan untuk membangun rumah kembali dan membuka usaha toko baru. Tapi usaha kami di sini tidak terlalu bagus, akhirnya ayah meminjam uang untuk modal pada bank. Tetapi usaha kami semakin lama semakin merugi. Bunga uang  pada bank pun semakin besar, karena kami tidak sanggup membayarnya akhirnya rumah kami pun di sita.
            Sekarang keluarga kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi, dan kondisi fisik ayah juga tak sempurna seperti dulu, tak ada perusahaan satu pun yang mau menerima ayah sebagai pegawai di kantor mereka, dengan alasan mereka membutuhkan karyawan yang cepat. Dengan kondisi ayah seperti ini mereka menganggap kerja ayah pasti tidak optimal dan hanya membuang-buang waktu saja.
            Sedangkan ibu tidak dapat berbuat apa-apa, sebab ibu hanya lulusan SMA saja, dan ibu tidak memiliki pengalaman kerja sama sekali. Ayah tidak mau meminta pertolongan dari saudara-saudaranya, sebab saudara mereka juga hanya hidup sederhana dan ayah tidak mau merepotkan dan membebankan masalah ini pada saudaranya.
            Tidak ada pilihan lain dan akhirnya keluarga kami pindah ke daerah kumuh ini, sebenarnya ayah juga tidak tega membawaisteri dan anak-anak untuk tinggal di daerah kumuh ini. Tapi semua ini harus tetap kami jalani dengan sabar dan ikhlas.
            Setiap hari ayah mencari barang-barang bekas di tempat ini, kadang-kadang ayah juga mencari sampah di sekeliling kampung sebelah. Sedangkan ibu di rumah hanya menjaga adik yang baru berumur lima tahun.
            Saat duduk di bangku sekolah kelas 3 SD, aku berhenti dari sekolah. Karena kondisi ayah sekarang kurang baik dan ayah juga sering sakit-sakitan. Aku pun tidak tega melihat ayah yang seperti itu, dengan kondisi fisik yang kurang sempurna ia harus banting tulang untuk menafkahi kami sekeluarga hanya seorang diri.
            Hari demi hari ku lewati ini dengan sabar dan semangat, terkadang aku malu pada teman-teman sebayaku. Aku yang saat itu baru berumur sembilan tahun, aku harus berhenti sekolah dan harus bekerja mencari barang-barang bekas agar tetap hidup dan tidak kelaparan.
            Satu minggu lagi umurku sebelas tahun, sejak berusia satu tahun aku sudah merasakan kesusahan. Sejak musibah itu terjadi aku tidak pernah mendapatkan barang-barang bagus dan mahal. Bahkan aku juga tidak pernah mendapatkan kue dan kado saat ulang tahun.
            Tapi tahun ini tidak seperti biasanya, ayah bilang saat ulang tahun nanti ia akan membelikan aku sepeda. Betapa terkejut dan senangnya saat ayah berkata seperti itu. Aku tidak pernah berpikir untuk meminta hadiah pada ayah, karena aku sadar dengan kondisi keluargaku saat ini.
            Hari ini Rabu 9 November 2009, tepat umurku Sembilan tahun. Ayah mengajakku pergi ke toko sepeda bekas yang ada di pinggir pasar, walau aku tahu ayah hanya dapat membelikan sepeda bekas, tetapi hatiku tetap sangat senang sekali. Karena ini akan menjadi kado pertamaku sejak pindah ke kampung ini.
            Saat sampai di toko sepeda aku dipersilahkan oleh ayah untuk memilih sepeda mana yang aku suka. Aku pun melihat-lihat semua sepeda yang ada di sini. Walau sepeda di sini tidak baru, tetapi masih cukup bagus dan yang paling penting dapat di gunakan.
            Setelah memilih sepeda ayah pun langsung membayar sepeda ini. Lalu ayah berkata “kamu tunggu di sini sebentar ya, ayah mau membeli rokok di warung di seberang jalan”, aku pun hanyan mengangguk dan tersenyum.
            Saat aku sedang memperhatikan satu persatu sepeda milikku. Mulai dari ban, sampai rem ku perhatikan dengan teliti semua. Ku usap badan sepada yang berwarna hijau muda ini sambil tersenyum.
Tiba-tiba terdengar suara ” jegerrrrr…..! ”, terdengar suara tabrakan. Aku pun langsung menengok ke belakang. “Ayah.. “,  aku langsung berlari menuju tempat tabrakan itu terjadi, dan aku tak menghiraukan sepeda yang tadi sedang ku perhatikan.
Ternyata benar ayah ku yang terkena musih itu, ia tertabrak truk yang sedang melaju cepat, ia tidak melihat truk itu saat ingin menyebrang jalan. Nyawa ayah pun tidak dapat di selamatkan, ia langsung meninggal di tempat.
Dua hari setelah ayah meninggal paman pemilik sepeda datang ke rumah, ia datang untuk mengantarkan sepeda yang ku tinggalkan di tepi jalan. Melihat sepeda itu aku merasa senang, tetapi aku juga benci. Karena dari sepeda itu aku kehilangan ayah yang sangat ku cintai. Tapi ini adalah barang pembelian ayah ku yang terakhir, jadi aku harus menjaganya.
Sekarang aku menjadi tulang punggung keluarga, Karena setelah kepergian ayah, tidak ada lagi yang mencari nafkah di rumah ini. Dan aku pun menggantikan pekerjaan ayah sebagai pemulung !

0 komentar: