BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 10 Januari 2012

TIGA ANAK PENCURI BUAH

          Oleh: Siti Chodijah Juniati
          Di sepanjang jalan sekitar SDN RATUJAYA sudah penuh dengan anak-anak pulang sekolah. Dari mereka ada yang masih duduk-duduk menunggu pesanan jajan, ada yang menuggu jemputan Kakak atau Orangtuanya di depan gerbang sekolah, dan ada juga yang menunggu angkot di tepi jalan. Kemudian, dari kejauhan tiba-tiba saja terdengar suara anak laki-laki memanggil temannya.
“Hai, Dana ... ” panggil Roni sambil menghampiri Dana.
“Ya, Roni” jawab singkat Dana. “Bagaimana jadi nggak ?” lanjut Dana sambil merangkul Roni dan berjalan besama.
“Jadi dong ... tapi, mana si Andi kok nggak kelihatan ?” jawab Roni.
“Ngaak tahu, tadi dia nggak masuk sekolah” ucap Dana.
“Ya udah, nanti sore kita samper dia saja di rumahnya !” ajak Roni.
Pulang dari sekolah, mereka sudah mulai merencanakan aksinya. Seperti biasa tempat yang pertama mereka incar sepulang sekolah adalah toko buah milik Pak Karto yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Anehnya, tindakan mereka selalu mulus. Kali ini Andi tidak bisa ikut karena sedang sakit, jadi strategi mereka ubah sedemikian rupa.
“Dana, karena si Andi nggak ada jadi kamu yang menggantikannya. Kamu pura-pura membeli buah jambu dan banyak menawar harga sampai Pak Karto lengah, dan aku akan cepat-cepat mengambil buah yang lain !” jelas Roni.
“Beres, Bos !!!” ucap Dana setuju.
Setelah rencana selesai dirancang, mereka mulai berjalan menuju toko buah Pak Karto dan mulai menjalankan rencana. Sebelum beraksi, mereka menunggu di depan toko sampai toko itu sepi dari pelanggan yang membeli. Sesaat kemudian, karena siang hari dan cuaca terasa panas membuat Pak Karto merasa mengantuk. Mereka pun mulai beraksi dan dimulai oleh aksi dari Dana.
Dana merupakan anak yang cukup pintar dalam berbicara dan menawar setelah Andi, sedang Roni hanya pandai dalam menyusun rencana.
“Hallo Pak, siang-siang udah ngantuk sih ? nanti pelanggannya kabur lho !” sapa Dana sambil mengejek. Tapi hal itu tidak membuat Pak Karto marah, malah bikin Pak Karto tertawa.
“Wajar aja, dari Subuh Bapak udah berangkat dari rumah dan sampai toko langsung  beres-beres dan berjualan.” Jelas Pak Karto. “Kamu mau beli apa, de ? pulang sekolah tuh lansung pulang ke rumah, ini malah keluyuran.” Lanjut Pak Karto bertanya pada Dana.
“Saya mau beli tiga Apel, Pak.” Jawab Dana sambil memilih-milih buah yang bagus.
“Biasanya teman kamu yang suka beli buah, kemana dia ?” tanya lagi Pak Karto
“Oh, Andi... Dia nggak masuk sekolah Pak.” Jawab Dana singkat. “Satu buahnya berapa, Pak?” lanjut Dana
“Cuma 2000 rupiah saja.” Jawab Pak Karto
“Yah, kok mahal sih murahin dong Pak, sayakan anak sekolah!” tawar Dana.
Tawar menawar sudah berlangsung, kini saatnya Roni beraksi. Mengendap-endap ia mendekati toko, lalu ia mengambil tiga dari buah yang ada di tempat buah bagian depan toko. Setelah buah itu didapati, Roni langsung memberi isyarat pada Dana. Kemudian Dana pun mengerti arti dari isyarat itu dan menyudahi tawar menawar pada Pak Karto.
“Ya udah Pak, saya nggak jadi beli dah!” ucap Dana langsung pergi meninggalkan toko. Pak Karto hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dan mereka pun lari dan bersembunyi di balik pohon besar untuk memakan buah-buah hasil curian itu.
Sorenya mereka pergi mejemput Andi di rumahya untuk membicarakan rencana aksi mereka di malam hari. Jarak rumah mereka berdekatan hanya berbeda Gang dan Rt saja. Kali ini target mereka adalah mencuri buah mangga milik Pak Rodo yang tidak lain adalah Pak RW kampung mereka.
“Seperti rencana sebelumnya, aku yang menjaga di depan tembok pagar dan Dana yang naik pohon dan Andi yang menunggu di bawah pohon, setuju !” Roni menjelaskan.
“Aduh, aku nggak mau dapat bagian itu karena badanku lagi kurang sehat.” Pinta Andi lemas. “aku bagian di depan tembok pagar saja, ya !” lanjutnya.
“ya udah ...” jawab Roni setuju.
Biasanya pukul sepuluh malam di kampung sudah sepi, hanya ada warga yang menjaga atau ngeronda. Roni dan Dana mulai mengendap-endap masuk ke rumah Pak RW, sedang Andi siap berjaga di luar pagar. Dana pun siap menaiki pohon yang cukup besar dan tinggi dan Roni siap berjaga di bawahnya sambil mengawasi keadaan.
“Wah, banyak sekali buahnya ... matang dan besar-besar lagi.” ucap Dana dengan senang.
“Oh, ya ... ya sudah cepat ambil buahnya keburu ketahuan!” seru Roni dengan pelan.
Setelah mereka berhasil mengumpulkan beberapa buah mangga, Dana bergegas turun. Tetapi saat ingin menuruni pohon itu, tak disangka dalam rumah Pak RW yang tadinya gelap menjadi terang, ada yang terbangun. Dana dan Roni pun panik takut ketahuan.
“Cepat..cepat..turun !!!” seru Roni lagi. Tak lama kedengaran suara Pak RW dari dalam dan membuka pintu, “Siapa itu di luar ?”  tanyanya sambil menengok ke arah kebunnya.
Karena terlalu panik Dana pun terpaksa meloncat dari atas pohon dan membuat kakinya terkilir. “Aduh, kakiku...” keluh Dana sambil berlari kecil bersama Roni menuju luar pagar sambil menenteng buah yang mereka curi. Sedang Andi di luar sedang duduk lemas karena badannya yang kurang sehat. Ia begitu karena selalu terkena angin malam sejak kemarin.
“Bagaimana ini ? apa kita ketahuan ?” tanya Dana sambil menahan kesakitan.
“Makanya cepat ayo kita lari !” ajak Roni.
Dana dan Andi tidak bisa berlari cepat karena keadaan mereka yang sedang sakit. Akhirnya mereka bertiga terpaksa bersembunyi di balik pohon besar dan beristirahat sejenak di sana.
“Roni, sepertinya aku kapok untuk mencuri. Coba lihat kakiku ini seperti hukuman bagiku.” keluh Dana. “Sama, aku juga Roni, badanku lama-lama semakin lemas saja karena kena angin malam terus.” Ucap Andi.
“Ah, kalian payah ... masa baru segitu saja udah menyerah !” ejek Roni.
“Kalau kamu mau lanjut, aku nggak mau ikutan .” jelas Dana. “Lagipula aku takut nanti akibatnya lebih parah. Nanti juga kamu akan sadar kalau kamu sudah merasakan akibatnya.” lanjutnya lagi.
“Iya, aku setuju kata Dana.” Ucap Andi.
Tak lama kemudian Dana dan andi meninggalkan Roni sendiri di balik pohon. Roni pun merasa kesal karena teman-temannya tidak mau lagi menemaninya mencuri.
Esok harinya Roni mulai beraksi sendirian. Kini dia mencoba mencuri buah di toko Pak Karto. Dia sadar bahwa keahliannya hanya membuat rencana bukan tindakan, tetapi dia tetap nekat dan mulai berkasi.
“Pa..pak...” Roni menyapa Pak Karto dengan gugup. “Ada apa, de ? ade mau beli buah apa ?” tanya Paka Karto dengan lembut.
“I..iya, Pak” jawab Roni sambil membelakangi tangannya dan mencoba mengambil buah. Tiba-tiba mata Pak Karto menangkap perbuatan Roni dan langsung menarik tangan Roni.
“Ayo, kamu itu mau beli atau mau mencuri ?” ucap Pak Karto dengan sedikit marah. Karena Pak Karto tahu bahwa Roni anak SDN RATUJAYA, ia langsung membawanya ke sekolah dan melaporkannya kepada Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah pun memberi nasihat pada Roni dan menyuruh Orang tuanya datang ke sekolah. Roni pun dimarahi oleh Orangtua dan Wali Kelasnya sambil disaksikan teman-temannya di luar kantor. Roni pun merasa sangat malu dan mulai menyesali atas perbuatannya selama ini.

Tugas 6 Penpop

0 komentar: